Jenis-jenis Najis (1)



Setelah mengetahui pengertian najis, sekarang kita akan membahas jenis-jenis najis. Jika dalam beberapa pembahasan fiqih najis dibedakan menjadi najis mughaladhah (berat), najis mutawasithah (sedang), dan najis mukhafafah (ringan), Sayyid Sabiq tidak menguraikan itu dalam Fiqih Sunnah. Saat membahas bab ini beliau menjelaskan satu per satu 11 bahasan, yaitu bangkai, darah, daging babi, kencing dan kotoran manusia, wadi, madzi, mani, kencing dan kotoran binatang yang tidak dimakan dagingnya, binatang jallalah, khamr, serta anjing.

Berikut ini akan kita bahas yang pertama, yaitu bangkai.

a. Bangkai
Bangkai merupakan binatang yang mati begitu saja, tanpa disembelih menurut ketentuan agama. Ada beberapa hal yang termasuk dalam kategori bangkai, yaitu binatang yang dipotong atau dipatahkan lehernya hingga mati. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Waqid al-Laitsi,

مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيمَةِ وَهِىَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيْتَةٌ

Binatang ternak yang dipatahkan lehernya atau dipotong dalam keadaan masih hidup, maka ia termasuk bangkai. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan)

Namun, ada beberapa perkara yang dikecualikan dari binatang yang mati tanpa dimasukkan ke dalam kategori bangkai, yaitu sebagai berikut:

1. Bangkai ikan dan belalang. Ia tetap dianggap suci karena berdasarkan hadits Ibnu Umar ra,

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

Ada dua jenis bangkai dan darah yang dihalalkan kepada kita, yaitu bangkai ikan dan belalang. Sedangkan dua jenis darah yang dihalalkan kepada kita itu adalah hati dan limpa. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Baihaqi dan Daruquthni)

Hadits tersebut dhaif. Akan tetapi, Imam Ahmad menshahihkan dan menganggapnya hadits mauquf, sebagaimana yang telah ditegaskan Zir'ah dan Abu Hatim. Sedangkan hadits seperti ini hukumnya marfu'. Artinya, silsilah sanadnya sampai kepada Nabi, karena ucapan sahabat yang menyatakan, "Kami dihalalkan, atau kami diharamkan" di mana ungkapan semacam ini adalah sama dengan sabda Nabi SAW dari segi maknanya. Bahkan dari segi hukum, pernyataan seperti itu adalah sama dengan ungkapan sahabat yang bermakna, "Kami diperintah atau kami dilarang." Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, Nabi SAW pernah bersabda mengenai hukum halal memakan kekayaan laut,

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Airnya suci lagi menyucikan dan bangkainya halal untuk dimakan.

2. Bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir, seperti semut, lebah, dan lain-lainnya, maka ia adalah suci. Jika ia jatuh ke dalam sesuatu dan kemudian mati, maka ia tidaklah menyebabkan tempat tersebut najis.

Ibnu Mundzir mengatakan, "Saya tidak tahu bahwa pertikaian pendapat dalam masalah ini, yaitu tentang hukum sucinya binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir. Akan tetapi, ada satu pendapat yang diriwayatkan dari Syafi'i dan ini merupakan pendapat populer dari mazhabnya bahwa binatang tersebut adalah najis. Akan tetapi, bila binatang itu jatuh dalam benda cair selama benda cair itu tidak akibat binatang tersebut, maka ia masih dimaafkan."

3. Tulang bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku, dan kulit serta perkara yang sejenis dengan itu, maka ia dikategorikan suci. Karena, asalnya adalah suci dan tidak ada satu dalil pun yang menyatakan najis.

Az-Zuhri memberikan komentar mengenai tulang-belulang bangkai, speerti taring gajah dan lain-lainnya. Katanya, "Saya temukan sebagian ulama-ulama salaf mengambilnya untuk dijadikan sebagai sisir dan minyak. Dan, yang demikian itu tidak mengapa." (HR. Bukhari)

Ibnu Abbas berkata:

تُصُدِّقَ عَلَى مَوْلاَةٍ لِمَيْمُونَةَ بِشَاةٍ فَمَاتَتْ فَمَرَّ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « هَلاَّ أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا فَدَبَغْتُمُوهُ فَانْتَفَعْتُمْ بِهِ ». فَقَالُوا إِنَّهَا مَيْتَةٌ. فَقَالَ « إِنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا »

Majikan Maimunah bersedekah seekor kambing kepadaku. Tiba-tiba ia mati. Kebetulan Rasulullah SAW lewat dan bersabda, "Mengapa Anda tidak mengambil kulitnya untuk disamak, dan kemudian dimanfaatkan?" Mereka berkata: "Bukankah itu bangkai?" Nabi SAW bersabda, "Yang diharamkan adalah memakannya saja." (HR. Jama'ah kecuali Ibnu Majah yang di dalam riwayatnya disebutkan "Dari Maimunah," sementara riwayat Bukhari dan Nasa'itidak menyebutkan masalah menyamak)

Ibnu Abbas r.a. pernah membacakan ayat berikut ini:

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah, 'Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi –karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang disembelih atas nama selain nama Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha pengampun lagi Maha Penyayang.'" (QS. Al-An'am : 145).

Kemudian beliau mengulasnya, "yang diharamkan hanyalah apa yang dimakan. Tetapi kulit, air kulti, gigi, tulang, rambut dan bulu binatang tersebut tetap dihalalkan." (Riwayat Ibnu Mundzir dan Ibnu Hatim)

Demikian pula air susu bangkai tetap dikategorikan suci. Sebab ketika para sahabat menaklukkan negeri Irak, mereka memakan keju orang-orang Majusi. Padahal itu dibuat dari susu, sedangkan hasil sembelihan mereka itu dianggap sama dengan bangkai.

Dalam sebuah riwayat yang berasal dari Salman al-farisi, ia pernah ditanya tentang keju, lemak dan bulu. Jawabnya, "yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya, dan perkara-perkara yang tidak ditemukan keterangannya maka ia sesuatu yang dimaafkan." Perlu diketahui bahwa pertanyaan ini berkenaan dengan keju orang-orang Majusi, yakni pada saat Salman menjabat sebagai gubernur Umar bin Khatab di wilayah Mada'in. [Sumber: Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq]

Komentar