Sayangilah Buah Hati, Walau Yang Terlahir Adalah Bayi Perempuan

Oleh Adi Victoria
 
Kalau kiranya kita adakan survey terhadap suami yang mana isterinya sedang mengandung buah hati tentang pertanyaan “apakah bapak menginginkan bayi laki-laki ataukah perempuan?” tentu akan kita dapati ada 3 jawaban.

Pertama, menginginkan anak laki-laki.
Kedua, menginginkan anak perempuan, dan yang
Ketiga, terserah yang di “atas” yang penting sehat dan normal.

Dari ketiga jawaban tersebut, saya berkesimpulan bahwa yang paling dominan akan memilih jawaban pertama sebagai pilihan. Namun ini Cuma pendapat saya saya, karena mungkin saja banyak yang memilih opsi yang kedua atau yang ketiga.


Namun bukan berarti pendapat yang saya keluarkan tersebut “ngasal” atau hanya “feeling” tidak! Sebelum menikah, ketika menikah sampai sekarang saya sering “iseng” bertanya kepada sanak saudara, kerabat, sahabat, teman kantor dll tentang pertanyaan di atas, yakni apakah lebih menginginkan anak laki-laki ataukah perempuan. Dan jawaban yang paling banyak yang saya dapat adalah pilihan yang pertama,yakni anak laki-laki dengan alasan bahwa anak laki-laki kelak jika telah dewasa akan mampu melindungi ibu nya, dan adik-adiknya.

Mungkin ini juga yang terjadi di Amerika, dimana pasutri (pasangan suami isteri) lebih memilih anak laki-laki daripada anak perempuan, sebagaimana yang dilansir oleh FoxNews, Senin pada 27/6/2011. Survey dilakukan oleh badan polling Gallup terhadap 1.020 orang dewasa Amerika menunjukkan sekitar 40 persen orang Amerika lebih suka punya anak lelaki, 28 persen lebih suka punya anak perempuan dan sisanya mengaku tidak masalah punya anak lelaki atau perempuan jika hanya dibolehkan punya anak satu.
Sebenarnya memang memang tidak menjadi sebuah persoalan tatkala kita mengharapkan sesuatu,karena itu merupakan fitrah manusia yang telah diberikan oleh Allah swt tatkala kita terlahir ke dunia ini. Tinggal bagaimana sikap kita tatkala menyikapi pengharapan tersebut.

Yang menjadi persoalan adalah tatkala pengharapan itu adalah pengharapan yang amat sangat bagi seorang suami atau isteri. Karena akan berpengaruh kepada sikap tatkala mengurusi anak tersebut nanti.
Saya akan mengutip hal-hal yang buruk jika terlalu berharap kepada isteri untuk melahirkan anak perempuan yakni dari penjelasan ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja, pengelola situs firanda.com
Konsekuensi-Konsekuensi Buruk dari Kebencian Terhadap Anak Perempuan
Kebencian atau ketidaksukaan terhadap anak perempuan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi buruk, diantaranya :

Pertama : Sikap ini merupakan bentuk protes kepada taqdir Allah.
Kedua : Anak adalah pemberian/anugerah dari Allah, maka sikap seperti ini merupakan bentuk penolakan kepada pemberian Allah

Allah berfirman :
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (٤٩)أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (٥٠)

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki,

Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa” (QS Asy-Syuuroo : 49-50)

Bahkan sebagian Ahli Tafsir menyebutkan bahwa dalam ayat ini Allah mendahulukan penyebutan anak-anak perempuan sebelum anak-anak laki-laki dengan tujuan :
- Untuk menenangkan hati ayah-ayah anak-anak perempuan tersebut, karena mendahulukan penyebutan anak-anak perempuan dari pada anak-anak laki-laki adalah tasyriif (pemuliaan) kepada anak-anak perempuan
- Untuk mencela orang-orang jahiliyah yang telah merendahkan derajat anak-anak perempuan, bahkan hingga menguburkan mereka hidup-hidup (lihat : Fathul Qodiir 4/774, Tafsiir Ruuhul Bayaan, 8/262 dan Tafsiir Al-Muniir li Az-Zuhaili 25/101)

Ketiga : Pada sikap sang suami ini ada penghinaan terselubung kepada sang istri dan pemaksaan kepada sang istri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuannya.
Seakan-akan para perempuanlah yang telah bersalah 100 persen tatkala tidak bisa melahirkan anak laki-laki.

Disebutkan bahwasanya ada seorang Arab yang menghajr (meninggalkan) istrinya hanya karena istrinya melahirkan anak perempuan. Maka sang istripun berkata :

مَا لِأَبِي حَمْزَةَ لاَ يَأْتِينَا
Kenapa (suamiku) Abu Hamzah tidak mendatangiku…??

يَظَلُّ فِي الْبَيْتِ الَّذِي يَلِينَا
Ia senantiasa berada di rumah yang lain (rumah istri Abu Hamzah yang lain)…

غَضْبَانَ أَلاَّ نَلِدَ الْبَنِينَا
Ia marah karena aku tidak bisa melahirkan anak-anak laki-laki

تَاللَّهِ مَا ذَلِكَ فِي أَيْدِينَا
Demi Allah…perkaranya bukanlah dibawah kekuasaan kami (para istri)
فَنَحْنُ كَالأَرْضِ لِزَارِعِينَا
Kami ini ibarat tanah untuk ditanami oleh para penanam kami

نُنْبِتُ مَا قَدْ زَرَعُوهُ فِينَا
Kami hanya menumbuhkan apa yang ditanam oleh mereka pada kami…
(lihat Tafsiir Al-Qurthubi 16/70, Ruuh Al-Ma’aani 25/70 akan tetapi dengan lafal syair yang sedikit berbeda)

Keempat : Sikap ini menunjukkan kebodohan dan rendahnya akal sang suami
Bagaimana seorang suami yang seperti ini tidak dikatakan bodoh jika ia memaksakan perkara yang diluar kuasa istrinya sama sekali. Bahkan bukankah anak perempuan tersebut adalah hasil tanamannya??, dialah yang menanam…lantas ia tidak menerima hasil tanamannya !!!

Kelima : Sikap seperti ini adalah bentuk meniru-niru adat jahiliyah
Allah berfirman :
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah. Ia Menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah Dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. ketahuilah, Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu” (QS An-Nahl : 58-59)

Merupakan perkara yang sangat menyedihkan dan memilukan adalah adanya sebagian suami yang sampai mengancam istrinya dengan berkata, “Jika kamu tidak bisa melahirkan anak lelaki maka kamu akan saya ceraikan !!!”

Jadilah sang perempuan tatkala hamil penuh dengan kecemasan….bahkan penuh dengan ketakutan…jika ternyata ia melahirkan anak perempuan lagi maka akan sirnalah kebahagiaan yang selama ini ia dambakan bersama suaminya.

Itulah akibat-akibat yang timbul tatkala tidak bisa menempatkan pengharapan kepada Allah swt dengan benar dan baik.

Saya pun, jujur, ketika pertama kali isteri bertanya bayi dengan jenis kelamin apakah yang saya inginkan? Kontan saya menjawab, sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah swt tentu apa yang Dia berikan adalah yang terbaik, karena Dia maha tahu apa yang terbaik untuk diberikan kepada makhluk yang diciptakannya. Apakah nanti di beri amanah untuk mengasuh bayi perempuan ataukah laki-laki insya Allah akan kita jalani dengan rasa syukur dan sabar. Bersyukur atas karunia yang Dia berikan, dan bersabar tatkala mendidiknya, namun saya menambahkan lagi, kalau pun missal boleh meminya kepada Nya, maka saya menginginkan anak laki-laki.

Kenapa? Karena saya ingin kelak ada yang menjaga isteri saya, ibu nya, adik-adiknya tatkala Allah misal memanggil nyawa saya. Ya..itulah pengharapan sebagai manusia yang dilengkapi dengan nafsu :-)
Namun ternyata Allah berkehendak lain, yakni dengan memberikan amanah kepada kami yaitu seorang bayi perempuan yang lucu, cantik bernama Rumaisha Qothrunnada Alifa.

Dengan keimanan yang saya miliki, tentu saya bersyukur tatkala di beri amanah oleh Allah swt berupa anak perempuan? Kenapa? Karena anak perempuan merupakan ladang amal shalih bagi kita di dunia ini guna bekal menuju kehidupan sejati di hari akhirat nanti.

Sebagaimana hadist nabi yang berbunyi : “Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka” (HR Al-Bukhari no 1418 dan Muslim no 2629)

Asbabul wurud hadist ini adalah tatkala Aisyah berkata kepada Nabi saw :
“Seorang ibu bersama dua putrinya menemuiku meminta makanan, akan tetapi ia tidak mendapati sedikit makananpun yang ada padaku kecuali sebutir kurma. Maka akupun memberikan kurma tersebut kepadanya, lalu ia membagi sebutir kurma tersebut untuk kedua putrinya, dan ia tidak makan kurma itu sedikitpun. Setelah itu ibu itu berdiri dan pergi keluar.”

Lalu masuklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akupun mengabarkannya tentang ini, maka Nabi bersabda seperti hadist di atas.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
مَنْ كَانَ لَهُ ثَلاَثَةُ بَنَاتٍ فَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ وَأَطْعَمَهُنَّ وَسَقَاهُنَّ وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ كُنَّ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang memiliki tiga anak perempuan lalu ia bersabar atas mereka, dan memberi makan mereka, memberi minum, serta memberi pakaian kepada mereka dari kecukupannya, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka pada hari kiamat” (HR Ibnu Maajah no 3669 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 294)

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi bersabda
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ
“Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku” (Anas bin Malik berkata : Nabi menggabungkan jari-jari jemari beliau) (HR Muslim no 2631)
Maka, mau diberi amanah satu anak perempuan, dua anak perempuan, atau lebih, bukanlah persoalan,karena anak-anak perempuan tersebut merupakan ladang amal shalih bagi kita.

Namun disamping sebagai lading amal shalih, anak perempuan juga merupakan ujian bagi kita. Karena jika anak perempuan tersebut yang tadinya adalah lading amal shalih, bisa juga menjadi lading amal salah, yakni tatkala tidak bersyukur dan tidak sabar tatkala mendidik mereka.

Al-Qurthubi rahimahullah mengomentari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan…) dengan berkata :
“Dalam hadits ini dalil bahwa anak-anak perempuan adalah ujian. Kemudian Nabi mengabarkan bahwa pada sikap sabar terhadap anak-anak perempuan dan berbuat baik kepada mereka terdapat pencegahan dari api neraka” (Tafsiir Al-Qurthubi (10/118) dari surat An-Nahl ayat 59)

Memang merawat anak-anak perempuan hingga dewasa membutuhkan ekstra kesabaran, terlebih lagi di zaman kita yang penuh dengan fitnah dan syahwat. Merawat mereka sejak kecil dibutuhkan kesabaran, terlebih lagi jika mereka telah dewas, bukan hanya kesabaran akan tetapi perlu ditambah dengan kehati-hatian mengingat pergaulan muda-mudi yang kian bertambah parahnya.

“ROBBI AWZI’NI AN ASYKURO NI’MATAKALLATI AN ‘AMTA ‘ALAYYA. WA ‘ALA WAALIDAYYA WA AN A’MALA SHOLIHAN TARDHOH, WA ASHLIH LII FI DZURRIYATIY” (Wahai Robbku, ilhamkanlah padaku untuk bersyukur atas nikmatmu yang telah Engkau karuniakan padaku juga pada orang tuaku. Dan ilhamkanlah padaku untuk melakukan amal sholeh yang Engkau ridhoi dan perbaikilah keturunanku)

Tulisan ini tertuntuk puteri pertama kami Rumaisha Qothrunnada Alifa. Semoga menjadi anak yang shalihah, menjadi bagian dari generasi yang memperjuangkan tegaknya kehidupan Islam yakni dibawah bendera Islam Al Liwa’ dan panji kemuliaan Ar Rayyah. Aamiin Allahumma aamin.
sumber www.eramuslim.com

Komentar