"Setelah Bersyahadat, Saya Seperti Menemukan Sebuah Rumah ..."


Suatu hari, Aaron Siebert-Llera bangun tidur dengan mengenakan kaos bergambar Bintang David, dan keesokan harinya ia bangun dengan mengenakan kaos bergambar salib.
Tapi akhirnya, agama yang ia pilih, bukan agama ayahnya yang Yahudi, dan bukan pula agama ibunya yang keturunan Amerika-Mexico, agama Katolik Roma. Aaron memilih memeluk Islam.
"Saya seperti merasa, akhirnya menemukan sebuah rumah dimana saya bisa menempatkan semua moral saya, idealisme saya, dan bagaimana cara saya menjalani hidup," ujar Aaron.
Sebelum memeluk Islam, ia keluar masuk kerja di klub-klub malam. Namun Aaron yang pernah kuliah di San Francisco State University ini selalu menghindari minum minuman beralkohol.
Ketika ia memutuskan bersyahadat pada tahun 2004, banyak teman-temannya yang meninggalkannya. Kedua orang tua Aaron--meski sudah bercerai sejak putra mereka berusia 7 tahun--menganggap keislaman Aaron hanya sebagai suatu fase saja dalam kehidupan anaknya yang nantinya akan dilepaskan.
Yang paling khawatir adalah ayah Aaron, yang bekerja sebagai guru bahasa Inggris. Jack--nama ayah Aaron--khawatir setelah memeluk Islam, putranya akan kehilangan selera humor yang menjadi ciri khas anak lelakinya itu, dan tidak lagi memberikan suaranya pada Partai Demokrat.
Kebetulan, Jack juga menjadi anggota komite beasiswa bersama ayah dari John Walker Lindh. Nama Lind dikenal sebagai "Taliban Amerika" yang tertangkap di Afghanistan tak lama setelah peristiwa serangan 11 September 2001, Jack resah Aaron yang saat itu memutuskan menjadi seorang muslim, juga akan mengikuti jejak Lindh menjadi anggota Taliban.

Aaron yang saat itu berusia 31 tahun dan kuliah di jurusan hukum Universitas Loyola, berusaha kerasa meyakinkan ayahnya bahwa ia tidak akan pergi ke Afghanistan dan tidak akan menjadi Taliban.
"Saya tidak akan menjadi seorang sayap kiri yang bodoh, yang pergi melintasi dunia. Saya tidak akan mengubah diri saya," tukas Aaron meyakinkan ayahnya.
Saat jiwanya terdorong untuk melakukan pencarian spiritual, Aaron tidak pernah memikirkan Islam secara serius. Waktu itu, pengetahuannya tentang Islam terbatas pada apa yang ia saksikan di televisi dan film-film.
Meski demikian, rasa ingin tahunya membuncah saat peristiwa serangan 11 September 2001 di AS terjadi, dimana Islam dan Muslim menjadi sorotan tajam. Aaron membeli kitab suci Al-Quran, membacanya dan tidak menemukan bagian dalam Quran yang menyuruh umat Islam melakukan aksi terorisme.
Dari Al-Quran, Aaron memahami dan bisa membedakan antara islamis ektrimis dan mayoritas Muslim yang taat menjalankan ajaran agamanya.
Di kampusnya, Aaron berkenalan dengan seorang perempuan Amerika keturuan Meksiko. Suatu hari, ia melihat perempuan itu masuk ruang kuliah dengan mengenakan jilbab dan busana panjang longgar seperti yang banyak dikenakan kaum perempuan di Timur Tengah. Aaron akhirnya tahu bahwa kenalannya itu sudah masuk Islam.
"Saya betul-betul melihat perubahan pada dirinya. Teman saya itu terlihat begitu bahagia dan menikmati keislamannya. Dia seperti menjalaninya dengan santai," kata Aaron.
Beberapa minggu kemudian, Aaron menemani teman muslimahnya itu ke sebuah masjid lokal di dekat kampusnya. Di masjid itu, ia banyak bertanya dan terkesan dengan apa yang ia pelajari tentang Islam, terutama kewajiban membayar zakat sebesar 2,5 persen dari pendapatan tahunan.
Aaron juga terkesan dengan kewajibab salat lima waktu dalam ajaran Islam, termasuk pergi berhaji ke Mekkah. Ia merasa, Islam bukan sekedar agama yang mengurusi masalah ibadah pada Tuhan, tapi juga mengajarkan kedisiplinan dalam hidup.
Tapi Aaron mengatakan, yang paling ia sukai dari Islam, Islam tidak mengenal hirarki manusia berdasarkan status sosial atau jabatannya. Islam mengajarkan, yang membedakan antara manusia satu dengan manusia lainnya adalah derajat ketakwaannya pada Allah Swt.
Setelah berkunjung ke masjid, Aaron menelpon kedua orang tua dan kakak perempuannya bernama Andrea. Keesokan harinya, ia langsung menyatakan diri ingin masuk Islam, dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Saat itu, tanggal 6 Oktober tahun 2004.
Setelah resmi mejadi seorang muslim, Aaron dengan tekun belajar menunaikan kewajiban salat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, dan menumbuhkan jenggot sesuai Sunnah Rasulullah Saw.
Setahun setelah masuk Islam, Aaron menikah dengan seorang muslimah keturunan Amerika-Suriah yang juga teman di kampusnya, bernama Huda.
Aaron beruntung karena seiring berjalannya waktu, keluarganya akhirnya menerima keislamannya. Suatu hari saat pertama kali menjalankan puasa pertamanya, ibunya menelpon dan menyampaikan ucapan selamat menjalankan ibadah puasa pada Aaron,
Kala itu, Aaron berusaha agar telepon seluler selalu berada di tangannya. Ia menunggu kakak perempuan dan ayahnya melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan ibunya, mengucapkan selamat Ramdan. Aaron yakin, suatu saat hal itu akan terjadi. (kw/TT)

Komentar