Merayakan 6 Tahun Bebas dari TV




 
Kampanye ”Hari Tanpa TV” di kota Mumbai yang diselenggarakan sebuah media setempat


HARI Rabu, 16 Mei 2012, saya sedang menyetir mobil bersama anak-anak.

"Eh...... kita sudah 6 tahun ya tanpa TV di rumah ?"
Anisah : "(TV) gak penting"
Sarah : "Iya, gak perlu banget"
Saya : (nyengir)


Begitulah bagian dari fragmen kehidupan di keluarga kecil kami. Alhamdulillah, tidak terasa sudah enam tahun, kami semua hidup tanpa TV.

Tentu banyak yang bisa diceritakan dan kebahagiaan hidup tanpa TV. Yang jelas, dampak paling terasa adalah waktu untuk berkumpul sekeluarga dan frekwensi berkomunikasi kami semua menjadi bertambah banyak.
Hidup tanpa TV bukan berarti jadi ada sangat banyak waktu kosong bagi anak-anak kami.
Sebetulnya, sehari-hari itu anak-anak kita  ternyata cukup sibuk. Tidak kalah dengan kita lho.
Sebagai contoh padatnya jadwal anak-anak kita :
Jam 07:00 - 15:00 WIB harus sekolah
(yang sulung bahkan sampai 16:00 WIB)
Pulang ke rumah (16:00 - 17:00 WIB) mereka harus ke TPA untuk mengaji.

18:00 - 19:00 WIB = maghrib + mandi + makan malam
19:00 - 20:00 WIB = mengerjakan PR + persiapan sekolah besok
21:00 WIB = tidur

Tanpa  menonton TV saja jadwal mereka sudah padat seperti ini :) Padahal kadang juga ada anak-anak yang masih harus mengikuti kursus;  kumon, ekstra kurikuler, dst, dst.
Alhamdulillah, tanpa TV jadinya kami masih tetap bisa saling berkomunikasi dan banyak berbagi, walaupun semuanya sudah cukup sibuk.

Tentu banyak yang bertanya. Bagaimana soal hiburan bagi mereka? Cara untuk mengisi waktu luang yang ada, misalnya ketika sedang libur?

Tidak perlu cemas, karena ada banyak yang bisa kita lakukan.
Namanya anak-anak, mereka sebetulnya bisa menemukan sendiri kegiatan untuk mengisi waktu mereka. Anak kami yang sulung senang / hobi memasak. Yang kedua senang membaca. Yang ketiga senang kegiatan fisik – berenang, bersepeda, main bola; bahkan berlari-lari berkejaran dengan kawan-kawannya saja sudah menyenangkan. Yang bungsu senang membaca & bercengkrama dengan keluarga / kawan-kawannya.
Dan semuanya senang berkumpul dengan saudara-saudaranya – kalau sudah hari libur, pasti kami ditagih untuk mengantarkan mereka ke rumah kakek / nenek / sepupu / paman / tante mereka; sehingga mereka bisa bercengkrama dengan keluarga besar mereka.


Namun tetap kami menyediakan beberapa fasilitas rekreasi di rumah bagi mereka.
Di rumah, kami membuat sebuah "media server" -- kami beli sebuah komputer, lalu dijadikan server media; DVD yang ada kami rip /copy ke server tersebut. Lalu anak-anak bisa streaming content yang mereka inginkan ke komputer/laptop mereka. Alhamdulillah jalannya cukup lancar selama ini.
Yang kami prihatin adalah banyak konten bagus yang belum ada DVD (original) nya di Indonesia. Contoh: berbagai film produksi Studio Ghibli akhirnya terpaksa kami download dari Internet : http://en.wikipedia.org/wiki/Studio_Ghibli
PlayStation - concern kami adalah banyak game di platform ini yang single player.
Sedangkan salah satu anak kami, Umar, cepat sekali tenggelam di hal-hal yang sedang dia lakukan (karena kelebihannya, yaitu kemampuan untuk fokus dengan sangat intens).
Kami cemas jika terlalu banyak bermain single player = menjadi "loner", lama-lama sulit bersosialisasi; terutama untuk Umar ini.
Jadinya kami lebih tertarik dengan platform yang cenderung MULTIPLAYER, seperti Nintendo Wii.

Eh, ternyata mereka sudah happy dengan game multiplayer di LINUX, seperti Open Arena, Urban Terror, dst. Ya sudah :D
Bahkan di Android pun kini mereka lebih senang bermain yang multiplayer - "drag racing" via Internet, Draw Something, Words with Friends, dst.
Kami jadi ikut senang melihat mereka gembira bermain bersama-sama. Tetap bersosialisasi.
Tanpa TV, anak-anak kami tetap dapat menikmati BBC / Discovery Channel / NatGeo di rumah kakeknya. Tapi, memang kami berusaha agar mereka lebih menikmati konten literatur / buku.
Alhamdulillah mereka sangat enjoy membaca buku. Bahkan sampai di mobil pun mereka sering membawa buku, jadinya sering kena tegur :-) takut mata mereka jadi cepat rusak.
Kontras sekali jadinya ketika ada kawannya yang datang bermain, melihat buku-buku yang ada, mengambil sebuah buku KOMIK - dan lalu berkomentar, "Ah, PUSING, males baca."

Padahal ini masih komik. Sebuah buku yang lebih banyak gambar daripada tulisannya. Namun, itu sudah terasa tidak mengenakkan baginya.
Walaupun dia bukan anak kami, namun entah kenapa kami tetap merasa terenyuh. Sambil berdoa mudah-mudahan anak-anak kami tetap bisa merasakan nikmatnya membaca buku.
Soal mata pelajaran, tidak masalah. Alhamdulillah anak-anak kami selalu termasuk terbaik di kelasnya untuk Bahasa  Inggris. Triknya sederhana saja, mereka kami izinkan untuk chatting di internet :) tentunya sambil kami awasi.
Kini ada banyak layanan chatting yang cukup friendly untuk anak-anak, seperti misalnya Ameba Pico dari Jepang, dst.
Alhamdulillah, mereka jadi punya kawan dari seluruh dunia. Wawasan mereka jadi lebih terbuka, dan Bahasa Inggrisnya jadi lancar.
Sebetulnya ini meniru pengalaman kami sendiri. Bahasa Inggris kami jadi lancar dulu karena ikut berbagai milis (mailing list / forum) di Internet. Kadang membalas di milis itu sambil membuka kamus besar di sebelah kami.
Anak-anak sekarang harusnya sudah lebih enak. Karena sekarang sudah ada http://translate.google.com/ :D

Tips bisa bebas dari TV di rumah
Di bawah ini ada beberapa trik dan tips bagaimana bisa bebas dari TV di rumah. kami coba menuliskan beberapa di bawah ini :

Pertama, harus ada persetujuan dan komitmen dari Manager Rumah (Istri). Sebab tanpa persetujuan dan komitmen istri (ibu dari anak-anak), dijamin tidak akan bisa berhasil. Ini adalah langkah pertama dan langkah yang paling signifikan.
Jika sudah bisa memberikan pemahaman kepada istri kita dan mendapatkan komitmennya, maka langkah-langkah selanjutnya akan menjadi jauh lebih mudah dilakukan.

Kedua, kegiatan alternatif : Sibukkan anak-anak dengan berbagai kegiatan, terutama yang banyak unsur fisik dan sosialisasinya.
Contoh: Les berenang, kursus bela diri, bersepeda bersama, dst, dst.

Ketiga, konten alternatif : Sebagai ganti tiadanya TV, maka kita juga menyediakan konten alternatifnya yang bisa mereka konsumsi.
Contoh: Buku. Amat baik jika kita bisa alihkan minat anak-anak ke literatur / buku. Di rumah kami menyediakan sangat banyak buku yang membahas berbagai topik - ensiklopedia, komik pelajaran, kisah rakyat, science fiction, dst, dst.
Alhamdulillah semua anak kami bisa menikmati buku.
Visual / film. kami juga menyediakan konten visual yang bisa mereka nikmati. Dulu kami sediakan dalam format VHS, kini bisa mereka akses online / streaming dari laptop / komputer mereka.
Film-film ini tentu harus sudah dipilih dan diseleksi. Yang jelas isinya harus layak / berisi pelajaran yang baik bagi mereka.
Beberapa film membahas topik yang cukup kompleks, untuk yang ini kami menemani mereka saat menonton, sehingga mereka bisa menanyakan semua hal yang tidak mereka pahami.
Efek samping positifnya adalah ini seringkali menjadi pemicu diskusi yang hangat, sampai kami kebanjiran berbagai pertanyaan-pertanyaan yang kritis. Sangat baik untuk semakin mempertajam kecerdasan mental mereka.
Internet. Kami menyediakan akses internet di rumah, yang di sharing via hotspot sehingga bisa diakses dari mana saja di rumah. Walaupun memang kami larang mereka untuk akses internet dari toilet :-)

Akses internet ini alhamdulillah dapat 3 Mbps dari Firstmedia, dan kami filter dengan memanfaatkan software Squid + Dansguardian di Linux, sehingga cukup bebas dari situs porno : http://harry.sufehmi.com/archives/2008-09-19-1747/
Demikian beberapa tips dan trik yang bisa kami bagi. Semoga bermanfaat.*
Harry Sufehmi. Penulis adalah konsultan IT, saat ini tinggal di Jakarta bersama istrinya, Helen dan buah hati mereka; Anisah, Sarah, Umar, dan Aminah

Komentar