Namanya Yasin. Ia penjual nasi yang tinggal di Jl. Keputih, Surabaya, tak jauh dari kampus tehnik Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Warung dagangannya sederhana. Ukuranya sekitar 2 x 3 meter. Terbuat dari papan dan beratap seng. Menu yang dijual seperti rawon, sop, telor bali, dan krengsengan. Ia juga menjual gorengan dan minuman ringan. Banyak mahasiswa ITS yang menjadi langganan. Warung bapak paruh baya asal Gresik ini terletak pas dibibir jalan. Ramai dilalui kendaraan.
Bulan puasa
lalu, tepatnya hari ke-25 ia hendak melaksanakan shalat magrib berjamaah
di mushola tak jauh dari rumahnya. Pas di jalan raya, ia melihat sebuah
tas tergeletak di pinggir jalan. Tak berfikir panjang, ia pun mengambil
tas itu dan melemparkannya begitu saja ke teras rumah untuk
mengamankannya. Ia tak sempat membukannya. Karena itu, tak tahu apa isi
di dalamnya. Hanya terasa berat saja.
Usai magrib,
ia membuka tas tersebut. Mendadak, ia kaget bukan kepalang. Uang jutaan
rupiah di dalamnya. Mungkin pula ratusan juta. Baru-baru lagi.
Sepertinya dari Bank. Ada juga yang di dalam amplop. Isinya tebal-tebal.
Karena takut, ia pun langsung menutupnya kembali. Pikiranya kalut.
Kenapa uang sebanyak itu bisa di pinggir jalan? Jangan-jangan nanti
dituduh macam-macam. Ia pun bingung. Hingga datang waktu isya', tas itu
ia biarkan saja tak disentuhnya lagi.
Selama shalat
ia tidak bisa tenang. Hatinya berdebar-debar. Selalu terbayang uang
tersebut. Merasa tak enak, ia kembali membuka tas tersebut. Ternyata ada
handphone di dalamnya. Dan terlihat bila ada bekas telpon dan
SMS yang masuk. Isinya meminta agar penemu tas tersebut menghubunginya.
Tanpa pikir panjang, Yasin pun menghubunginya. Ada suara seorang lelaki
di ujung sana.
Dengan santai
Yasin menjawab, “Iya, boleh. Ambil saja sekarang. Saya tinggal di
Keputih, Surabaya. Tanya saja warung Yasin yang deket belokan itu,”
jawabnya.
Selang
beberapa menit kemudian, datang seorang laki-laki. Ia tak mengenakan
sandal. Bajunya sedikit acak-acakan. Kekalutan tanpa tergambar di
wajahnya.
“Hampir semalaman saya nggak bisa tidur. Saya memikirkan uang ini. Ini uang untuk membayar gaji karyawan, bukan milik saya,” terangnya sesunggukan.
Lelaki itu pun berterimakasih luar biasa kepada Yasin.
“Terimakasih,
pak. Terimakasih. Saya tidak tahu bagaimana membalas budi baik bapak
ini,” imbuhnya lagi dengan air mata yang masih menetes. Ia memeluk kaki
Yasin. Yasin masih tergagap.
“Sudah, pak. Nggak apa-apa, yang penting sudah ketemu,” ujar ayah dua anak ini.
Kata lelaki
itu, uang tersebut baru diambilnya dari bank. Rencananya untuk gaji
karyawan. Tas itu jatuh saat mengendarai sepeda motor di tikungan jalan
tak jauh dari warung Yasin.
“Terimakasih, pak. Saya nggak tahu andai tas ini ditemukan orang tak bertanggungjawab. Apalagi ada beberapa kartu ATM yang berisi banyak uang,” terangnya.
Usai berterimkasih, lelaki itu pamit dan memberi Yasin Rp 200 ribu.
“Ini sedikit uang,” ujarnya sambil pamit.
Melihat kejadian itu, Yasin hanya bengong. Betapa kalutnya orang tersebut. Andai uang itu raib, entah bagaimana nasibnya.
Meski
demikian, Yasin menilai, uang temuan itu ujian sangat berat baginya.
Selain jumlahnya banyak, sebentar lagi lebaran. Setidaknya bisa untuk
THR dan keperluan lebaran. Apalagi uang sejumlah itu baginya sangat
besar. Pendapat setahun warungnya belum cukup jika untuk mendapat uang
sebanyak itu. Tapi, karena takut dosa, ia pun tidak mengambil sepersen pun.
“Takut dosa saya, mas. Bisa kualat saya nanti,” terangnya.
Yasin masih ingat pesan gurunya waktu ngaji dulu. "Bila menemukan barang atau uang, maka harus dikembalikan ke pemiliknya," demikian kata-kata gurunya.
Apa yang
dilakukan Yasin ternyata membawa berkah tersendiri. Menurutnya, setelah
itu, warungnya makin ramai. Tidak hanya itu, keharmonisan keluarganya
terasa makin terasa.
“Istri saya sekarang sering senyum bahagia,” ujarnya. Iya yakin jika itu buah dari mengembalikan uang tadi.
Suatu saat,
datang seorang tetangganya. Ia bertanya soal uang yang ditemukannya itu.
“Apa kau kembalikan uang itu, Sin?” tanyanya.
“Iya”
“Untung kamu,
Sin! Andai kamu ambil, kau bisa celaka. Dulu saya pernah menemukan
emas. Emas itu lalu saya jual. Ternyata, tak lama setelah itu istri saya
sakit. Uang tersebut ludes bahkan kurang untuk mengobati sakit istri
saya,” ceritanya.
Yasin hanya tersenyum. Ia gembira, akhirnya bisa lolos menghadapi ujian cukup berat ini.
“Iya, untung saja saya bisa lepas dari ujian berat itu,” ungkapnya.*
sumber
Hidayatullah.com-
Komentar
Posting Komentar