oleh Aid Abdullah al-Qarni
Imam Hasan al-Basri berkata: "Maut mengeruhkan dunia, sehingga tidak menyisakan setetes kegembiraan buat orang yang punya hati".
Artinya, setiap orang yang merasa senang, puas, dan gembira dengan harta, anak, isteri, kedudukan yang dimilikinya, kehidupannya akan menjadi keruh kalau disinggung perihal kematian.
Seorang ulama menghadap salah khalifah Daulah Abbasiyah.
Sang Khalifah bertanya, "Apakah kamu tidak melihat istana ini?"
Sang ulama menjawabnya," Saya melihatnya".
"Apakah kamu tidak melihatku?" tanya Khalifah lagi.
"Saya melihat Anda," jawab ulama.
"Apakah kamu tidak melihat tentaraku?" tanya Khalifah.
"Saya melihatnya," jawab ulama.
Lantas, Khalifah bertanya, "Bagaimana menurutmu?"
Kata sang ulama seraya menyitir sebait syair, "Engkau adalah teman terbaik sekiranya engkau kekal. Sayang, tiada keabadian bagi manusia".
Allah azza wa jalla mencela orang-orang yang lalai dalam kesenangan dan permainan mereka. Firman Allah SWT:
Allah SWT pun telah menetapkan maut atas seluruh makhluk. Dia berfirman:
Keabadian itu mustahil. Tidak ada manusia yang kekal. Hal ini sudah disepakati oleh seluruh manusia yang berakal. Allah SWT berfirman:
Oleh karena itu, bekal terbesar yang harus kita bawa saat menghadap Allah Ta'ala adalah bekal iman. Umat manusia sekarang sedang mencari iman. Dewasa ini atheisme dan meterialisme sudah tidak punya eksistensi, menjadi nonsense, menjadi kutukan. Bahkan para gembong atheisme dan materialisme sudah berlepas diri dari ideologi yang usang itu.
Kemudian hal-hal yang tekait dengan kematian dan urusan setelahnya tela diterangkan secara detil oleh Ahli Sunnah Wal Jamaah dalam buku-buku mereka. Kita perlu memahami hal-hal tersebut. Allah SWT berfirman:
Maka ayat ini menurut banyak ahli tafsir yakni dari kesejahteraan menjadi kesusahan, dari kemakmuran menjadi kesengsaraan, dari hidup menjadi mati. Allah lah yang merpergilirkan masa kejayaan itu.
Pertanyaan pertama Rasulullah Shallahu alaihi wassalam bersabda, "Banyak-banyaklah mengingat pemusnah kenikmatan".
Apa pemusnah kenikmatan itu? Bagaimana cara mengingatnya? Dan apa keuntungan mengingatnya?
Jawabannya, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Nabi Shallahu alaihi wassalam, beliau bersabda, "Banyak-banyaklah mengingat pemusnah kenikmatan". Dalam riwayat Abu Hurairah, hadist ini berbunyi, "Sebab tidaklah ia diingat di kala sedikit kecuali ia akan membuatnya banyak". Haadzimul-ladzdzaat (pemusnah kenikmatan) adalah maut yang menghancurkan, merusak, dan memutus kenikmatan manusia. Kenikmatan meliputi segala sesuatu yang dinikmati, seperti harta, reputasi, keturunan, isteri dan kedudukan.
Jadi sabda beliau, "Perbanyaklah mengingat pemusnah kenikmatan" artinya, "Perbanyaklah mengingat mati". Ada sebagian orang menambahkan—walaupun tambahan riwayat ini tidak shahih, "Perbanyaklah mengingat pemusnah kenikmatan, pemisah kebersamaan, dan mengambil anak-anak". Dua kalimat terakhir ini bukanlah sabda Rasulullah shallahu alaihi wassalam.
Adapun maksud sabda beliau, "Sebab tidaklah ia diingat dalam keadaan sedikit melainkan ia pasti memperbanyaknya" adalah bagi orang yang selalu ingat mati, sesuatu yang sedikit terasa banyak.
Rasulullah saw bersabda, "Dan tidak ah ia diingat dalam keadaan banyak, melainkan ia akan menyedikitkannya".
Artinya, orang-orang yang memiliki harta benda yang berlimpah akan melihat harta mereka sedikit sekali, tatkala mereka mengingat kematian.
Abu Atahiyah menghadap Harun al-Rasyid yang berada dalam istananya sementara para penyair mengucapkan selamat kepadanya atas istana yang baru saja diresmikan. Harun bertanya kepada Abul Atahiyah,
"Apa pendapatm tentang istana ini?"
Abul Atahiyah menjawab, "Dengarlah beberapa bait yang akan saya bacakan".
"Bacalah," ujar Harun.
"Hiduplah sesukamu dengan nyaman di dalam istana yang megah."
Harun, "Hayo tambah lagi," ucapnya.
"Setiap saat keinginan pasti terpenuhi."
"Tambah lagi," ucap Harun.
"Akan tetapi, kalau napas sudah sampai di ujung tenggorokan, saat itulah kamu tahu dengan pasti bahwa dahulu kamu lupa daratan," untainya.
Inilah lupa daratan hamba dunia. Lupa daratan yang mirip binatang, ketika mereka berpaling dari mengingat Allah. Wallahu'alam.
Imam Hasan al-Basri berkata: "Maut mengeruhkan dunia, sehingga tidak menyisakan setetes kegembiraan buat orang yang punya hati".
Artinya, setiap orang yang merasa senang, puas, dan gembira dengan harta, anak, isteri, kedudukan yang dimilikinya, kehidupannya akan menjadi keruh kalau disinggung perihal kematian.
Seorang ulama menghadap salah khalifah Daulah Abbasiyah.
Sang Khalifah bertanya, "Apakah kamu tidak melihat istana ini?"
Sang ulama menjawabnya," Saya melihatnya".
"Apakah kamu tidak melihatku?" tanya Khalifah lagi.
"Saya melihat Anda," jawab ulama.
"Apakah kamu tidak melihat tentaraku?" tanya Khalifah.
"Saya melihatnya," jawab ulama.
Lantas, Khalifah bertanya, "Bagaimana menurutmu?"
Kata sang ulama seraya menyitir sebait syair, "Engkau adalah teman terbaik sekiranya engkau kekal. Sayang, tiada keabadian bagi manusia".
Allah azza wa jalla mencela orang-orang yang lalai dalam kesenangan dan permainan mereka. Firman Allah SWT:
وَسَكَنتُمْ فِي مَسَاكِنِ الَّذِينَ ظَلَمُواْ
أَنفُسَهُمْ وَتَبَيَّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَضَرَبْنَا
لَكُمُ الأَمْثَالَ ﴿٤٥﴾ وَقَدْ مَكَرُواْ مَكْرَهُمْ وَعِندَ اللّهِ
مَكْرُهُمْ وَإِن كَانَ مَكْرُهُمْ لِتَزُولَ مِنْهُ الْجِبَالُ ﴿٤٦﴾
"Dan kamu telah tinggal di tempat orang yang menzalimi diri
sendiri, dan telah nyata bagimu bagimana Kami telah berbuat terhadap
mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan". Dan
sungguh mereka telah membuat tipu daya padahal Allah (mengetahui dan
akan membalas) tipu daya mereka. Dan sesungguhnya tipu daya mereka tidak
mampu melenyapkan gunung-gunung". (QS. Ibrahim [14] : 45-46)Allah SWT pun telah menetapkan maut atas seluruh makhluk. Dia berfirman:
يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُسَارِعُونَ
فِي الْخَيْرَاتِ وَأُوْلَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ ﴿١١٤﴾
"Dan Muhammad hanyalah seorng rasul, sebelumnya telah berlalu
beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke
belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan
merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orangyang
bersyukur". (QS. Ali Imran [3] : 144)Keabadian itu mustahil. Tidak ada manusia yang kekal. Hal ini sudah disepakati oleh seluruh manusia yang berakal. Allah SWT berfirman:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ ﴿٣٤﴾
"Dan Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia
sebelum engkau (Muhammad), maka jika engkau wafat, apakah mereka akan
kekal". (QS. Al-Anbiya [21] : 34)Oleh karena itu, bekal terbesar yang harus kita bawa saat menghadap Allah Ta'ala adalah bekal iman. Umat manusia sekarang sedang mencari iman. Dewasa ini atheisme dan meterialisme sudah tidak punya eksistensi, menjadi nonsense, menjadi kutukan. Bahkan para gembong atheisme dan materialisme sudah berlepas diri dari ideologi yang usang itu.
Kemudian hal-hal yang tekait dengan kematian dan urusan setelahnya tela diterangkan secara detil oleh Ahli Sunnah Wal Jamaah dalam buku-buku mereka. Kita perlu memahami hal-hal tersebut. Allah SWT berfirman:
إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ
قَرْحٌ مِّثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
وَلِيَعْلَمَ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَاء
وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ ﴿١٤٠﴾
"Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)." (QS. Ali Imran [3] : 140)Maka ayat ini menurut banyak ahli tafsir yakni dari kesejahteraan menjadi kesusahan, dari kemakmuran menjadi kesengsaraan, dari hidup menjadi mati. Allah lah yang merpergilirkan masa kejayaan itu.
Pertanyaan pertama Rasulullah Shallahu alaihi wassalam bersabda, "Banyak-banyaklah mengingat pemusnah kenikmatan".
Apa pemusnah kenikmatan itu? Bagaimana cara mengingatnya? Dan apa keuntungan mengingatnya?
Jawabannya, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Nabi Shallahu alaihi wassalam, beliau bersabda, "Banyak-banyaklah mengingat pemusnah kenikmatan". Dalam riwayat Abu Hurairah, hadist ini berbunyi, "Sebab tidaklah ia diingat di kala sedikit kecuali ia akan membuatnya banyak". Haadzimul-ladzdzaat (pemusnah kenikmatan) adalah maut yang menghancurkan, merusak, dan memutus kenikmatan manusia. Kenikmatan meliputi segala sesuatu yang dinikmati, seperti harta, reputasi, keturunan, isteri dan kedudukan.
Jadi sabda beliau, "Perbanyaklah mengingat pemusnah kenikmatan" artinya, "Perbanyaklah mengingat mati". Ada sebagian orang menambahkan—walaupun tambahan riwayat ini tidak shahih, "Perbanyaklah mengingat pemusnah kenikmatan, pemisah kebersamaan, dan mengambil anak-anak". Dua kalimat terakhir ini bukanlah sabda Rasulullah shallahu alaihi wassalam.
Adapun maksud sabda beliau, "Sebab tidaklah ia diingat dalam keadaan sedikit melainkan ia pasti memperbanyaknya" adalah bagi orang yang selalu ingat mati, sesuatu yang sedikit terasa banyak.
Rasulullah saw bersabda, "Dan tidak ah ia diingat dalam keadaan banyak, melainkan ia akan menyedikitkannya".
Artinya, orang-orang yang memiliki harta benda yang berlimpah akan melihat harta mereka sedikit sekali, tatkala mereka mengingat kematian.
Abu Atahiyah menghadap Harun al-Rasyid yang berada dalam istananya sementara para penyair mengucapkan selamat kepadanya atas istana yang baru saja diresmikan. Harun bertanya kepada Abul Atahiyah,
"Apa pendapatm tentang istana ini?"
Abul Atahiyah menjawab, "Dengarlah beberapa bait yang akan saya bacakan".
"Bacalah," ujar Harun.
"Hiduplah sesukamu dengan nyaman di dalam istana yang megah."
Harun, "Hayo tambah lagi," ucapnya.
"Setiap saat keinginan pasti terpenuhi."
"Tambah lagi," ucap Harun.
"Akan tetapi, kalau napas sudah sampai di ujung tenggorokan, saat itulah kamu tahu dengan pasti bahwa dahulu kamu lupa daratan," untainya.
Inilah lupa daratan hamba dunia. Lupa daratan yang mirip binatang, ketika mereka berpaling dari mengingat Allah. Wallahu'alam.
Komentar
Posting Komentar