Oleh: Ali Akbar Bin Agil
BUNYI status di wall saya beberapa waktu lalu menyedot banyak perhatian dari sahabat-sahabat yang masih berstatus “perjaka” atau “gadis” alias bujang mania. Bunyi lengkapnya, “Menyapa para bujangan, sudah 2012. Ayo lamar calon istri shalihahmu. Lamar juga calon suami shalihmu. Mintalah bantuan orangtua atau gurumu, sahabat boleh juga jika mampu. Genapkan setengah dari agamamu, insya Allah dimudahkan. Barakallahu fikum ajmain! *;-).”
Tidak kurang 70 komentar dan 176 jempol memberikan apresiasinya. Mereka seolah tersentak dan terbangun dari tidur pulasnya. Sebelumnya, saya menulis artikel di media ini dengan judul, “Menikahlah, Anda Akan Lebih Kaya!”
Sebagian mungkin merasa dikompori dan diprovokasi untuk segera melangsungkan pernikahan, menikah dengan suami atau istri yang budiman. Membaca komentar yang mereka tuangkan, tergambar semangat membara, keinginan yang kuat, dan komitmen yang sangat. Yah, mereka begitu “bernafsu “ untuk segera menikah.
Sudah barang tentu, niat kuat dan semangat saja belumlah dapat merubah status mereka sebagai “jomblomania” kecuali mereka betul-betul “nekad” untuk menikah lewat pilihan orang tuanya atau pilihannya sendiri. Semangat teman-teman itu patut dihargai, mereka bertekad untuk memiliki pendamping hidup yang setia berbagi suka dan duka, dalam bahagia maupun sengsara, yang bersedia untuk membangun biduk rumah tangga.
Siapakah di antara kita yang ingin dikatakan sebagai bujangan yang tak kunjung menikah? Rasanya, tidak ada, kecuali ada yang “tidak beres” pada dirinya.
Jangankah mereka yang masih setia berstatus perjaka atau gadis, Imam Ahmad bin Hanbal sendiri tak kuasa hidup sebagai duda meski hanya satu hari. Tepat satu hari setelah kemangkatan istrinya, beliau menikah kembali. Kata orang sekarang, “Lho, kok beliau menikah lagi padahal makam istrinya masih belum kering?”
Imam Ahmad berkata, “Aku tidak ingin dikatakan orang sebagai duda tanpa istri, karena berarti aku telah meninggalkan sunnah Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) .”
Dalam sebuah anekdot ada seorang istri terus-menerus menangis di pusara suaminya yang masih basah. Karena merasa kasihan, seseorang berkata kepadanya; “Sudahlah. Ikhlaskan saja kepergian suamimu. Bersabarlah.” Lalu, si wanita dengan air mata yang masih membasahi pipinya ini mengatakan, “Bagaimana saya tidak menangis, saya pengen nikah lagi, tapi sebelumnya telah terlanjur berjanji kepada mendiang suami saya untuk tidak menikah sebelum pusaranya kering. Nah, sekarang ini kan lagi musim hujan, terus kapan keringnya?”
Para bujangan, ketahuilah bahwa pernikahan adalah sunnah para Rasul, sebagaimana yang Allah firmankan;
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجاً وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS. 13 : 38).
Dan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) juga bersabda, “Empat perkara yang termasuk sunnah para Rasul, yaitu rasa malu, memakai wangi-wangian, bersiwak, dan menikah.” (HR. Tirmidzi).
Islam memandang bahwa menikah sebagai suatu amal ibadah yang mempunyai banyak maslahat dan kebaikan. Hikmah menikah antara lain: panggilan fitrah manusia dalam memenuhi kebutuhan biologis, sarana untuk meraih ketentraman jiwa, sarana untuk mengembangkan keturunan, dan sebagai sarana untuk menghindari terjadinya dekadensi moral.
Pernikahan merupakan salah satu faktor penting dalam meraih kebahagiaan. Aktris terkenal. Brigette Bourdot, berpandangan, “Puncak kebahagiaan manusia adalah pernikahan. Ketika kulihat seorang wanita bersama suami dan anak-anaknya, aku bertanya-tanya dalam hati, mengapa aku tidak memperoleh anugerah seperti ini?”
Seorang penyair berkata, “Bagaimana rasanya kehidupan tanpa kekasih yang menenangkan dan menemtramkan?” Hidup membujang, bisa seperti lirik sebuah lirik lagu, “Masak… masak sendiri, Makan…makan sendiri, cuci baju sendiri, tidurku sendiri..” Seorang filosof terkenal Socrates memberi nasihat kepada muridnya yang takut menikah karena melihat kesengsaraan rumah tangga sang guru. Socrates mengatakan, “Dalam kondisi apapun, engkau tetap harus menikah. Jika engkau mendapatkan istri yang baik, engkau akan berbahagia. Jika engkau mendapatkan istri yang menjengkelkan, engkau akan menjadi orang yang bijaksana.” Singkatnya, keduanya menguntungkan kamu.”
Ingat baik-baik pesang Bang Haji Rhoma Irama yang satu ini, “Tapi susahnya menjadi bujangan, Kalau malam tidurnya sendirian, Hanya bantal guling sebagai teman, Mata melotot pikiran, melayang. O, bujangan ... bujangan, Bujangan ... bujangan.”
Wahai para bujangan, sudahkan kalian siap melepas status saat ini sebagai bujangan?*
Penulis staf pengajar di Ponpes. Darut Tauhid, Malang- Jawa timur
Keterangan: foto diambil dari cover buku "From Single to Couple"
Komentar
Posting Komentar