Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
MENGESANKAN. Saya menerima naskah buku "Human Touch" dalam sebuah paket sangat tebal. Semula saya mengira paket tersebut berisi sejumlah buku yang telah terbit. Tetapi ternyata paket seukuran satu kardus 5 rim kertas HVS tersebut berisi naskah 1 judul buku yang sedang dipersiapkan penerbitannya. Istri saya terperangah, tetapi dengan segera ia antusias membaca naskah tersebut. Tak percuma buku ini ditulis sedemikian tebal. Selain kaya informasi, buku ini juga memiliki pijakan nash yang sangat kuat. Inilah kelebihan yang jarang dimiliki oleh buku-buku parenting Islami. Biasanya, jika buku tersebut memiliki pijakan nash yang kuat, ia kehilangan aktualitasnya. Bukan berarti nash yang shahih tidak bersifat aplikatif karena sesungguhnya nash itu memang untuk diterapkan, tetapi sangat jarang penulis yang mampu menariknya dalam kehidupan terkini.
Alih-alih, kadang perbincangan tentang teori maupun isu aktual terkesan hanya sebagai penguat saja sehingga dien ini terkesan minder di hadapan teori-teori terkini. Padahal seharusnya dien ini merupakan penakar bagi segala sesuatu yang datangnya kemudian, baik itu teori, teknik maupun isu terkini. Sering pula kita dapati buku-buku yang bermaksud menunjukkan ketinggian dien ini, tetapi terjebak pada sikap jumud atau sebaliknya: terlalu akomodatif terhadap hal-hal baru.Yang lebih parah, buku-buku yang judul dan kemasannya tampak Islami tidak jarang menjadikan nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah Ash-Shahihah hanya sebagai pembenar. Yang ditulis sebenarnya murni berdasarkan pendekatan yang dipilihnya, tetapi dicari-carikan nash yang tampak bersesuaian sebagai dalil. Padahal sangat berbeda dalil dengan dalih.
Buku jenis terakhir ini kadang lahir dari mereka yang awam dalam masalah dien, tetapi tidak menyadari keawamannya sehingga membuatnya sangat berani melangkah. Kadang muncul dari mereka yang sangat bersemangat dalam agama, sebegitu bersemangatnya sehingga ia kehilangan kejernihan untuk menimbang dengan baik dan hati-hati apa yang baru muncul menurut takaran dien. Kadang pula buku sejenis itu ditulis oleh mereka yang sepenuhnya sadar bahwa dirinya tidak memiliki kepatutan dalam masalah dien, tetapi ia mengabaikan hal tersebut demi meraih dunia yang secuil. Na’udzubillahi min dzaalik.
Adapun saya, termasuk bagian yang pertama. Sesungguhnya saya masih sangat awam dalam masalah dien. Kebodohan saya terutama sangat terasa manakala belajar lebih jauh di waktu-waktu berikutnya kepada orang-orang yang memang memiliki kepatutan untuk berbicara tentang dien. Inilah yang menyebabkan saya gamang ketika harus member kata pengantar untuk buku ini. Disamping itu, buku ini mengesankan buat saya sehingga cukup menenggelamkan saya dan menggoda diri saya untuk menulis tema-tema parenting dengan berpijak pada pembahasan yang ada di buku ini. Kadang saya tergoda untuk menulis lebih cair sesuai konteks masyarakat Indonesia sehingga terasa lebih hidup. Tetapi saya mengurungkan diri sejenak. Itu godaan yang membuat kata pengantar buku ini tak kunjung selesai.
Cakupan tema buku ini sangat luas. Sebegitu luasnya sehingga terasa sekali betapa nyaris tak ada ruang yang tersisa dalam kehidupan kita ini kecuali ada bagian yang patut kita manfaatkan dengan sungguh-sungguh untuk mendidik anak kita. Secara garis besar, penulisnya –Dr. Muhammad Muhammad Badri—telah memilah menjadi beberapa bab dalam dua jilid tebal. Saya sangat berharap agar terjemahan buku ini dapat diterbitkan dalam dua atau tiga edisi sebagai ikhtiar untuk memaksimalkan manfaatnya. Selain penerbitan sesuai edisi aslinya, yakni dua jilid tebal, buku ini sebaiknya juga terbit dalam kemasan yang lebih ringkas sehingga memudahkan orang untuk membaca dimana saja. Ini serupa dengan langkah yang saya tempuh pada buku saya trilogy "Kupinang Engkau dengan Hamdalah". Selain terbit dalam tiga jilid terpisah, yakni "Kupinang Engkau dengan Hamdalah", "Mencapai Pernikahan Barakah" dan "Disebabkan Oleh Cinta", trilogi tersebut juga terbit dalam satu jilid utuh berjudul "Kado Pernikahan untuk Istriku". Langkah ini memudahkan bagi para pembaca dengan kebutuhan berbeda-beda untuk mengambil manfaat dari buku tersebut.
Kembali berbincang tentang buku Human Touch karya Dr. Muhammad Muhammad Badri. Ada nasehat penting di jilid 2 buku ini. Kata Dr. Muhammad Muhammad Badri, “Cintailah anak-anak Anda dengan cinta yang nyata; tunjukkan kesalahan mereka dengan lembut dan santun; bersabarlah dalam menghadapi perilaku mereka; bersikaplah sesekali seakan-akan Anda mengabaikan kesalahan mereka; jadikanlah diri Anda sebagai teladan bagi mereka; gunakanlah cara dan metode yang tepat dalam melakukan itu. Gunakan bahasa cinta dan kasih-sayang.”
Ungkapan ringkas ini mengingatkan kepada kita, yakni keharusan mencintai anak-anak dengan cinta yang nyata. Banyak orangtua datang konsultasi kepada saya bermula dari tidak adanya perasaan dicintai pada diri anak. Orangtua merasa sudah tidak kurang-kurang dalam mengasuh anak, tetapi anak merasa orangtua tak peduli kepadanya. Orangtua merasa mencintai anaknya, tetapi anak tak melihat dan merasakan cinta itu secara nyata. Meski tak sedikit orangtua yang harus disadarkan betapa mereka belum mencintai anaknya dengan sungguh-sungguh. Masalahnya, bagaimana menunjukkan kepada anak agar mereka tak menganggap kita hanya bicara, melainkan lebih penting lagi mereka merasakan dan yakin bahwa kita mencintai mereka? Inilah sisi menarik buku Human Touch.
Ungkapan ringkas yang saya kutip tadi menarik untuk kita renungkan. Sebagai kata bijak, nasehat Dr. Muhammad Muhammad Badri tersebut sangat mengena. Tetapi jika kita buka lagi lembaran-lembaran sebelumnya maupun sesudahnya dari buku ini, nasehat tersebut sesungguhnya merupakan ringkasan. Melalui buku ini, ia mengajak kepada kita memahami cara dan sekaligus menuntun kita untuk mampu menggunakan metode yang tepat dalam mencintai anak secara nyata, meluruskan kesalahan dengan lembut dan santun dan mengendalikan diri agar mampu menghadapi berbagai kesalahan perilaku anak seraya meluruskannya dengan cara yang tepat.
Cinta kepada anak akan melahirkan penerimaan yang tulus terhadap mereka. Ini merupakan bekal sebagai orangtua agar dapat berlapang dada menerima mereka. Tetapi ini sekaigus dapat menggelincirkan kita untuk membiarkan kesalahan mereka. Betapa banyak anak yang akhirnya harusnya menghadapi masalah besar dalam kehidupannya bersebab hilangnya ketegasan orangtua. Mereka tidak tega mengambil tindakan karena rasa cintanya kepada anak dibiarkan menguasai tanpa kendali. Atau sebaliknya, karena ingin bersikap tegas, maka hilanglah kelembutan dalam bertutur dan bersikap. Alih-alih mau meluruskan kesalahan anak, kita justru bersikap sangat kasar. Na’udzubillahi min dzaalik. Semoga Allah Ta’ala ampuni saya atas bertumpuknya kesalahan dalam mengasuh anak-anak yang Allah Ta’ala amanahkan kepada saya. Semoga Allah Ta’ala ampuni kita semua.
Meluruskan Kesalahan Anak
Tentang meluruskan kesalahan anak, Dr. Muhammad Muhammad Badri mengingatkan, “Kita memulai dengan member tahu anak sisi-sisi negatif perilaku itu, lalu mengajaknya berdiskusi sewaktu ia tenang, santai dan antusias. Kita memulai dialog dengan pujian terhadap budi pekertinya yang pantas dipuji.”
“Ketika mereka berbuat salah,” kata Dr. Muhammad Muhammad Badri, “kita beri mereka kesempatan untuk mendengar tentang perbuatan mereka dengan tenang dan mencerahkan. Sebab, mungkin saja mereka tidak mengetahui dampak negatif dari kesalahan mereka, ataupun dampak positif dari tindakan yang benarm lantaran kita belum pernah member tahunya. Semestinya, kita mencela diri kita sendiri; itu baru adil namanya.”
Inilah yang perlu kita renungkan. Betapa mudah mencela anak, dan betapa sulit mencela diri sendiri. Padahal awalnya diri sendiri. Di buku ini, terasa sekali betapa pentingnya membenahi diri sendiri sebagai bekal untuk mengasuh dan mendidik anak, termasuk dalam meluruskan kesalahan maupun menumbuhkan ketaatan anak kepada orangtua. Begitu pun tatkala kita ingin memotivasi anak.
Mari kita simak bagian lain buku ini. Bacalah dengan seksama nasehat indah berikut ini, “Tentu saja untuk dapat member motivasi yang baik kepada anaknya, seorang ibu harus terlebih dulu mengetahui cara mengendalikan dirinya sendiri agar motivasi yang disampaikan kepada anak tidak berubah menjadi pelampiasan marah. Lagi pula, ketika memberi semangat atau dorongan kepada anak, seorang ibu harus menyadari sepenuhnya akan masa depan si anak karena setiap umpatan dan amarah yang ditumpahkan kepada anak hanya menumbuhsuburkan sikap membangkang, keras kepala, nakal, dengkiri, dan sebagainya. Bukan hanya itu, amarah orangtua juga mengubur kecenderungan anak untuk bersikap berani dan kreatif. Bahkan terkadang akibat amarah orangtua terhadap anak jauh lebih pahit dari yang kita bayangkan.”
Kemampuan memotivasi anak dengan motivasi yang benar; motivasi yang semakin menguatkan keyakinannya kepada Allah Ta’ala dan terbebas dari kesyirikan, sangat penting untuk kita miliki bukan hanya untuk memacu mereka agar bersungguh-sungguh dalam kebaikan. Motivasi juga perlu kita berikan untuk menguatkan hati mereka menerima kritik. Kata Dr. Muhammad Muhammad Badri, “Ketika menyampaikan kritik kepada anak, hendaklah Anda menyandingkannya dengan pemberian motivasi sambil terus menanamkan harapan ketika datang masa sulit.”
“Contohnya,” katanya lebih lanjut, “adalah penting untuk meyakinkan anak bahwa nilai yang buruk dalam ujian tidak identik dengan kegagalan atau kekalahan yang tidak terampuni. Nilai buruk hanyalah sebuah pertanda buruk sehingga ia harus dihadapi dengan upaya sungguh-sungguh untuk meraih nilai yang lebih baik.”
Selain motivasi, kita juga perlu memberi mereka inspirasi. Salah satu cara menginspirasi yang baik adalah menuturkan kisah kepada mereka. Melalui cara ini, kita berusaha menanamkan nilai-nilai kepada mereka. Kita mengajarkan din al-Islam ini melalui cerita, menyampaikan pertanyaan yang mengena, mengilustrasikan dengan gambar atau diagram dan berbagai cara lain yang memiliki pijakan syar’i. Nah, inilah yang perlu kita pelajari dari buku ini.
Pembahasan lain yang rasanya tak boleh kita lewatkan dari buku Human Touch adalah bagian II jilid 2 yang bertajuk: Jika Anda Ingin Dipatuhi. Sebagaimana tercermin dari judulnya, bagian ini mengajak kita menggali apa saja yang kita perhatikan agar anak-anak patuh kepada kita. Kita perlu bersungguh-sungguh mempelajari bagian ini, bukan terutama agar kita dapat menjadi orangtua efektif. Ada hal lebih penting lagi, yakni bagaimana mengantarkan anak dan menjaga mereka agar berada di jalan yang benar; jalan yang Allah Ta’ala ridhai dan tidak menjatuhkan mereka dalam kedurhakaan sehingga Allah Ta’ala murka kepada mereka.
Terakhir, tampaknya sepele tapi sungguh ia merupakan perkara yang sangat penting dalam agama ini adalah do’a. Sebaik apa pun kita mendidik anak, ada yang tak dapat kita abaikan, yakni ketulusan dan kesungguhan memohon pertolongan, penjagaan dan perlindungan Allah ‘Azza wa Jalla dari segala keburukan, yang tampak maupun tak tampak. Sungguh, tiada daya dan upaya selain semata-mata karena Allah Tuhan Seru Sekalian Alam. Sungguh, Dia yang menggenggam hati manusia sebagaimana Dia mengggenggam seluruh yang ada di alam semesta ini.
Seyakin apa pun kita terhadap upaya kita, kita tetap tidak sanggup menggenggam hidup kita sendiri. Lebih-lebih kehidupan anak-anak kita, cucu kita dan keturunan kita berikutnya. Maka kepada Allah ‘Azza wa Jalla kita sungkurkan kening, mengakui kehinaan diri dan memohon dengan penuh pinta kepada-Nya.
Demikianlah. Semoga buku ini menjadi kebaikan bagi yang menulis,menerjemah, menerbitkan maupun yang membaca. Semoga Allah Ta’ala jadikan kita dan keturunan kita seluruhnya termasuk golongan orang-orang beriman; golongan yang Allah Ta’ala berikan sebaik-baik perlindungan di Yaumil-Qiyamah. Allahumma amin.*
Mohammad Fuzil Adhim adalah motivator pendidikan dan penulis buku-buku parenting.
Komentar
Posting Komentar