Kisah Sahabat Nabi: Salamah bin Al-Akwa, Pahlawan Pasukan Jalan Kaki (2-habis)

Salamah juga tidak pernah merasa kesal dan kecewa kecuali ketika saudaranya yang bernama Amir bin Al-Akwa tewas di Perang Khaibar.

Dalam peperangan itu Amir memukulkan pedangnya kepada salah seorang musyrik. Akan tetapi rupanya pedang yang digenggamnya hulunya itu melantur dan terbalik hingga menghunjam pada ubun-ubunnya yang menyebabkan kematiannya.

Beberapa orang berkata, "Kasihan Amir, ia terhalang mendapatkan mati syahid."

Maka pada saat itu, ya hanya sekali itulah dan tidak lebih, Salamah merasa amat kecewa sekali. Ia menyangka sebagaimana sangkaan para sahabat bahwa saudaranya itu tidak mendapatkan pahala berjihad dan sebutan mati syahid, disebabkan ia telah bunuh diri tanpa sengaja.

Namun, Rasulullah yang pengasih itu segera mendudukkan perkara pada tempat yang sebenarnya, yakni ketika Salamah datang bertanya, "Wahai Rasulullah, betulkah pahala Amir itu gugur?"

Maka jawab Rasulullah SAW, "Ia gugur bagai pejuang. Bahkan mendapat dua macam pahala. Dan sekarang ia sedang berenang di sungai-sungai surga."

Salamah juga terkenal dengan kedermawanannya, hingga ia akan mengabulkan permintaan orang termasuk jiwanya apapila permintaan itu atas nama Allah.

Hal ini rupanya diketahui oleh orang-orang. Maka jika seseorang ingin tuntutannya berhasil, ia akan berkata kepadanya, "Kuminta kepada anda atas nama Allah."

Mengenai hal ini, Salamah pernah berkata, "Jika bukan atas nama Allah, atas nama siapalagi kita akan memberi?"

Sewaktu Utsman RA dibunuh orang, pejuang yang perkasa ini merasa bahwa api fitnah telah menyulut kaum Muslimin. Ia seorang yang telah menghabiskan usianya selama ini berjuang bahu-membahu dengan saudara seagamanya, tak sudi berperang menghadapi saudara sesamanya.

Benar, seorang tokoh yang telah mendapat pujian dari Rasulullah SAW tentang keahliannya dalam memerangi orang-orang musyrik, tidaklah pada tempatnya menggunakan keahliannya itu dalam memerangi atau membunuh orang-orang mukmin. Itulah sebabnya ia mengemasi barang-barangnya lalu meninggalkan Madinah berangkat menuju Rabdzah, yaitu kampung yang dipilih oleh Abu Dzar dulu sebagai tempat hijrah dan pemukiman barunya.

Maka di Rabdzah ini Salamah melanjutkan sisa hidupnya. Pada suatu hari di tahun 74 H, hatinya merasa rindu berkunjung ke Madinah. Maka berangkatlah ia untuk memenuhi kerinduannya itu. Ia tinggal di Madinah selama satu dua hari. Dan pada hari ketiga ia pun wafat.

Demikianlah, seolah-olah tanahnya yang tercinta itu memanggil putranya ini untuk merangkul ke dalam pelukannya dan memberikan ruang baginya di lingkungan sahabat-sahabatnya yang memperoleh berkah bersama para syuhada yang saleh.

kisah salamah 1 

Komentar