Melongok Kaum Imigran di AS


Melongok Kaum Imigran di AS
muslim amerika

Islam kini jelas merupakan agama penting di Amerika Serikat. Sejak kasus 11 September 2001, jumlah pemeluknya melonjak sampai sekitar tujuh juta. Sumber-sumber lain menyebutkan angka lebih besar: delapan hingga sepuluh juta. Jumlah ini akan terus meningkat. Yvonne Y. Haddad dan Jane I. Smith, dalam The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World (1995), memprediksi, pada awal abad mendatang, jumlah kaum muslim akan melampaui jumlah kaum Yahudi. Sedang Steven Berboza, muslim dan wartawan Amerika, dalam Jihad in America (1994), lebih meyakinkan: jumlahnya sudah melampaui. ''Tapi, karena berbagai hal, tak banyak orang Amerika yang tahu,'' tambahnya.

Dan kini, meski beberapa orang Amerika masih curiga dengan Islam, di kota-kota besar negeri ini selalu ditemukan kantong-kantong kaum muslim. Konsentrasi terbesarnya di New York, Chicago, Los Angeles dan Houston. Lembaga-lembaga keislaman pun tumbuh pesat. Jumlahnya lebih dari 2.300 buah, dan lebih dari 1.300 di antaranya masjid dan pusat Islam. Kaum muslim itu terdiri dari para imigran, orang-orang Amerika keturunan Afrika, penduduk asli Amerika yang masuk Islam, dan para ''pendatang sementara'' (mahasiswa, diplomat, dan lainnya). Sekitar dua pertiga di antaranya kaum imigran. Sisanya keturunan Afrika. Sementara ini, kisah kaum muslim imigran itulah yang mau diangkat.

Banyak pendapat sekitar kapan mula-mula Islam masuk ke Amerika. Ada dugaan, Islam sudah sampai ke sini bahkan sebelum Columbus pada 1942. Ini menunjukkan, aktivitas kaum muslim punya sejarah panjang di sini. Bukti-bukti ke arah itu hingga kini masih terus diungkap. Yang kini tampak jelas, sejumlah muslim dari Spanyol ikut serta dalam pelayaran para pelaut Spanyol dan Portugal yang belakangan ''menemukan'' Amerika. Mereka terutama bertindak sebagai guides yang memberi arah perjalanan kapal. Yang juga jelas, kaum muslim Morisco juga sudah berdatangan ke Amerika pada 1.500-an. Jumlah mereka ribuan. Mereka adalah kaum muslim Spanyol yang lari mencari tanah baru, karena di Spanyol mereka dikejar-kejar dan dipaksa masuk Kristen dalam peristiwa Reconquista. Tapi kemudian sebagian besarnya musnah oleh pemaksaan agama atau asimilasi di negeri baru ini.

Kedatangan kaum muslim ke daratan Amerika dalam jumlah besar baru terjadi antara abad ke-17 dan ke-19. Ini berkaitan dengan penjualan budak-budak Afrika. Diduga, satu perlima di antara budak-budak itu muslim. Semula mereka diperkenankan menjalankan praktik agama. Tapi belakangan banyak di antara mereka yang masuk Kristen. Menurut Haddad dan Smith, tidak banyak yang tersisa dari generasi-generasi awal kaum muslim ini. Di antara yang tersisa itu adalah sebuah Alquran yang tampaknya ditulis berdasarkan ingatan. Juga terdengar bahwa kaum muslim pernah melakukan pemberontakan parsial di Haiti pada 1758. Mereka juga konon pernah berhasil mendirikan negara Islam kecil di Brazil.

Tapi terkikisnya kaum muslim generasi awal ini terasa tergantikan oleh pasang naik kaum muslim di Amerika pada abad ini. Ini terutama karena imigrasi dalam jumlah besar yang mulai terjadi secara reguler sejak akhir abad ke-19. Pionirnya sebagian besar adalah orang-orang Arab dari Turki Usmani. Sejak itu, gelombang-gelombang lain pun menyusul. Gelombang pertama berlangsung sekitar 1875, dari wilayah yang saat itu dikenal sebagai Syria. Kini wilayah itu terdiri dari Syria sendiri, Lebanon, Yordania dan Palestina. Para imigran muslim itu pada umumnya miskin keterampilan dan tidak cukup terdidik. Sebagian besarnya petani yang berharap bisa sukses secara finansial di Amerika, untuk kemudian kembali ke tanah air.

Tapi kesempatan kerja terbatas. Mereka terpaksa kerja sebagai buruh di pabrik, pelabuhan dan lainnya. Sebagiannya menetap terutama di wilayah-wilayah Midwest. Lepas dari berhasil atau tidaknya mereka, pengelanaan mereka menarik minat rekan-rekan mereka yang lain. Dan arus imigrasi gelombang pertama ini pun meningkat. Ini baru terhenti pada akhir Perang Dunia I. Gelombang kedua menyusul pada 1920-an, untuk kemudian terhenti lagi karena Perang Dunia II. Hukum-hukum imigrasi pada periode ini agak membatasi. Hanya keturunan negro atau kaukasia yang boleh masuk ke Amerika, dan orang-orang Arab dianggap tidak termasuk ke dalam dua kategori itu.

Gelombang ketiga, antara pertengahan 1940-an hingga pertengahan 1960-an, berlangsung bersamaan dengan terjadinya berbagai perubahan penting di luar Amerika. Orang-orang Islam yang masuk ke Amerika dalam gelombang ini lebih terdidik. Sebagian mereka bahkan hijrah ke Amerika karena penindasan politik. Kontingen terbesarnya: orang-orang Palestina yang marah dengan didirikannya negara Israel pada 1948, orang-orang Mesir yang merasa dirugikan oleh kebijakan nasionalisasi Presiden Gamal Abdel Nasser, dan orang-orang Islam Eropa Timur yang mencoba melarikan diri dari akibat pahit Perang Dunia II dan pemerintahan komunis. Pada saat yang sama, terutama pada 1960-an, berbagai perubahan berlangsung dalam kebijakan keimigrasian Amerika Serikat. Pasar kerja makin meluas, dan negara ini membutuhkan kaum imigran potensial untuk mengisi pos-pos itu. Di sini, batasan-batasan etnis atau ras diperlonggar.

Lalu berlangsunglah gelombang imigrasi kaum muslim keempat. Ini bermula pada sekitar 1967 dan hingga kini masih berlangsung. Mereka umumnya sangat terdidik dan fasih berbahasa Inggris. Imigrasi mereka karena berbagai alasan: peningkatan kemampuan profesional, menghindari penindasan pemerintah, dan lainnya. Mereka juga pasti dalam niatnya untuk menetap di negeri ini. Bahkan, mendakwahkan Islam dari Amerika. Contoh yang menonjol adalah almarhum Ismail R. Faruqi, pemikir muslim kelahiran Palestina yang hingga akhir hayatnya aktif mengajar di Universitas Tempel. Dia termasuk di antara segelintir sarjana yang memperkenalkan studi-studi Islam di universitas-universitas Amerika. Dia juga aktifis yang tak kenal lelah. Dialah yang antara lain mempelopori pembentukan Masyarakat Islam Amerika Utara (ISNA), organisasi yang memayungi gerakan dakwah terbesar di Amerika. Dia pengecam Zionisme dan wafat dibunuh karenanya pada 1986.

Berbagai gelombang kaum imigran muslim ini pada saat yang sama menggambarkan situasi yang berkembang di negara-negara Islam dan kebijakan luar negeri Amerika terhadap negara-negara itu. Sejumlah besar imigran itu memang pelarian. Misalnya, orang-orang Iran pro-Shah yang meninggalkan Iran karena Revolusi Islam di bawah Khomeini, mullah yang menyebut Amerika sebagai ''Setan Besar''. Tapi, karena liberalismenya, Amerika juga dihuni kaum muslim yang komitmen Islamnya tidak selalu sejalan dengan kebijakan luar negeri Amerika.

Begitulah Amerika dan sebagian kisah para imigran muslimnya. Kini, setelah peristiwa 11 September 2001 suatu survey nasional yang diadakan pada 2003 dilaporkan bahwa persentase orang Amerika yang memandang kurang baik Islam meningkat satu persen, lalu meningkat lagi dua persen di 2005. Pada waktu yang sama, persentase publik Amerika yang menganggap bahwa Islam dapat mendorong kepada tindak kekerasan dibandingkan agama yang lain menurun dari 44 persen pada Juli 2003 menjadi 36 persen pada Juli 2005.

Pada Juli 2005, survey menunjukkan 59 persen orang dewasa Amerika menganggap bahwa Islam "sangat berbeda dengan agama mereka", menurun satu persen dari tahun 2003. Pada survey yang sama, 55 persen mempunyai pendapat yang baik terhadap Muslim Amerika, atau naik empat persen dibanding Juli 2003 yang hanya 51 persen.

Sebuah survey yang dilakukan pada 2007 yang berjudul Muslim Americans: Middle Class and Mostly Mainstream, menemukan bahwa Muslim Amerika:
"sebagian besar mampu menyesuaikan diri, bahagia dengan kehidupannya, dan lebih bersikap moderat terhadap berbagai isu berkaitan dengan umat Muslim dan masyarakat Barat di seluruh dunia".

Harus diakui bahwa peningkatan ini memang luar biasa. Karena sebelumnya pascaserangan berbagai tudingan dilontarkan kepada Islam dan ummatnya. Banyak serangan-serangan yang terjadi tehadap Muslim Amerika setelah kejadian itu, walaupun ini terbatas pada kelompok minoritas kecil. Pers-pers Amerika pun  banyak bicara tentang ''ancaman Islam'' (green manace). Islam dipandang ancaman paling serius setelah ancaman komunisme lewat. Dan aktivitas Islam di Amerika turut dicurigai.


Redaktur: M Irwan Ariefyanto
Sumber: berbagai sumber
REPUBLIKA.CO.ID,

Komentar