Perkembangan zaman yang sedemikian pesat membuat banyak orang mudah
terkena stres. Dan biasanya, kalau stres sudah menyerang, imunitas tubuh
akan melemah, sehingga berbagai penyakit pun mudah hinggap.
Alhamdulilah, Allah swt telah memberikan terapi dan obat untuk
permasalahan tersebut, yakni lewat shalat tahajud. Prof Sholeh telah
membuktikan melalui penelitiannya.
Sebagai seorang Muslim, kita pasti yakin bahwa perintah Allah
pada manusia selalu membawa kebaikan. Namun, tak banyak orang yang
dengan serius memikirkan dan mencoba membuktikan hal itu. Satu di antara
yang sedikit itu adalah Prof Dr Mohammad Sholeh. Guna meraih
gelar doktor-nya di Universitas Airlangga, bapak 4 anak ini pun
melakukan penelitian bertajuk Pengaruh Shalat Tahajud Terhadap
Peningkatan Perubahan Response Ketahanan Tubuh Imonologik.
Hasil penelitian itu ternyata mencengangkan. “Shalat tahajud itu dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit,” ujar dosen yang sekaligus Guru
Besar di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya ini. Berbekal hasil
penelitian ini pula, Sholeh lantas membuka Rumah Sehat, yang berbeda
dengan bukan Rumah Sakit pada umumnya. Rumah Sehat yang sudah mendapat
sertifikasi dari Departemen Kesehatan ini berprinsip membangun motivasi
dan kepercayaan diri pasien bahwa mereka bisa mencapai kesehatan dengan
mengikuti terapi berkelanjutan yang berbasis pada ibadah kepada Allah
Swt.
Keluarga Sederhana, Pendukung Cita-cita
Lahir di Kediri, 9 Desember 1960 sebagai bagian dari keluarga 'besar'
dengan 8 saudara kandung membuat Sholeh terbiasa hidup sederhana.
Kondisi keluarga yang terbatas, memyebabkan tidak semua saudara Sholeh
bisa mengenyam dunia pendidikan. Hal ini lantas membuat Sholeh berpikir,
Apakah hanya orang yang punya uang yang bisa sekolah?
Berbekal pemikiran bahwa Islam tidak membatasi keinginan setiap orang
untuk belajar, Sholeh pun berjuang. Saat itu lulusan madrasah dari
Pesantren tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun Sholeh tidak
hilang akal, dia mengikuti ujian persamaan di MtsN (Madrasah Tsanawiyah
Negeri) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) hingga diterima kuliah di
Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Tribakti Kediri. Untuk membiayai
kuliahnya, selama kuliah Sholeh mencari dana secara mandiri dengan
berjualan.
Lulus sebagai sarjana muda tidak lantas membuat Sholeh puas. Berbekal
keinginan memperoleh ijazah sarjana (S1), Sholeh mendaftar dan diterima
sebagai mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Tiga tahun
setelah lulus, Sholeh mendapat kesempatan melanjutkan belajarnya di S2
Fakultas Psikologi Konseling IKIP Negeri Malang. Selepas itu dia
melanjutkan S3-nya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Surabaya.
“Awalnya untuk program doktor, saya mau memilih psikologi juga, tapi
malah ditawari masuk fakultas kedokteran oleh salah seorang profesor.
Namun ada syaratnya memang, yaitu saya harus bisa menciptakan sebuah ide
baru dalam bidang kedokteran. Awalnya saya pikir apa saya bisa,
mengingat selama ini saya tidak pernah menekuni dunia kedokteran, tapi
saya coba saja. Apalagi saya memang sudah terbiasa tahajud dan merasakan
manfaatnya. Maka dari kebiasaan menerapkan ilmu tahajud, lalu coba saya
teliti.”
Berawal dari pengalaman
Bukan tanpa latar belakang bahwa Sholeh kemudian memutuskan meneliti
shalat tahajud. Semua ini diawali dari pengalaman pribadinya yang
berujung pada merasakan benar manfaat dan khasiat shalat tahajud.
“Mulanya, sejak masuk pesantren saya mengalami sakit yang tidak kunjung
sembuh,” kata santri jebolan dari Pesantren Lirboyo Kediri ini. Sakit
itu ternyata berupa sejenis kanker kulit yang membuat seluruh tubuhnya
melepuh. Tak hanya sakit, orang lain pun menjadi jijik melihatnya.
Sakit yang berlangsung selama bertahun-tahun itu tidak kunjung sembuh
meski Sholeh sudah berupaya berobat kesana kemari. Hingga akhirnya,
Sholeh memasrahkan dirinya pada Allah. Dia kembalikan semua masalah
sakitnya ini pada pemilik penyakit dan pemiliki kesembuhan, Allah swt
dengan memohon kesembuhan secara sungguh-sungguh.
“Maka saya matikan lampu dan saya pun berduaan dengan Allah,” ungkap
pendiri rumah sehat Avicenna di Kwangkalan kota Kediri ini. Ajaib,
setelah pasrah total kepada Allah dan rutin bertahajud, justru penyakit
Sholeh sembuh dengan sendirinya. Boleh dikata, itulah tahap awal Sholeh
menerapkan terapi tahajud pada dirinya sendiri.
Namun manfaat itu baru dirasakan Sholeh sendiri. Padahal, Sholeh
sendiri sudah merasakan ketertarikan mendalam pada sholat yang
menurutnya amat istimewa ini dan ingin berbagi pula pada banyak orang.
Mengapa tahajud menjadi istimewa? “Karena pertama tidak ada shalat
sunat lain yang langsung dianjurkan oleh Allah sebagaimana tertuang
dalam surat Al-Isra ayat 79, Dan pada sebagian malam,
hendaknya kalian bertahajud (sebagai suatu) tambahan bagimu
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.' Begitu pula anjuran shalat malam terdapat dalam Al-Muzzammil 1-10,” jelas suami Siti Fatimah ini.
Keistimewaan kedua, lanjut Sholeh, Rasulllah saw sendiri telah
mencontohkan betapa beliau itu tidak pernah meninggalkan shalat tahajud
baik di kala aman maupun di kala perang, seperti perang Badar. Ketiga,
karena begitu banyaknya hadis-hadis yang membahas soal keutamaan shalat
tahajud, yaitu masa dua pertiga malam di mana Allah berjanji akan
mengabulkan doa setiap hambanya.
Karena ini semua, dan melihat pula bahwa tahajud itu merupakan
kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi serta para sahabat, Sholeh melihat
shalat sunnah yang satu ini tentulah amat istimewa. “Maka saya pun mulai
mencari ada apa di balik tahajud itu dan ternyata memang terbukti kalau
ternyata tahajud itu bisa dibuktikan secara medis memberikan manfaat.”
Tahajud menenangkan dan menyehatkan
Dengan pemahaman ini plus pengalaman pribadinya, Sholeh pun mantap
meneliti metode penyembuhan penyakit melalui shalat tahajud dengan
pendekatan psiko neuroimunologi. Psiko neuroimunologi adalah ilmu yang
mengkaji tentang modifikasi sistem imun karena sebab dan proses, yang
berarti keadaan imunitas tubuh dalam keadaan stres.
“Jadi singkatnya ilmu ini mengkaji kesan pikiran, bahwa pesan pikiran
itu berpengaruh pada kegiatan fisik dan begitu pula kegiatan fisik pun
berpengaruh pada pikiran. Di sanalah kemudian masalah akidah dan
ketakwaan seseorang akan berhubungan dengan faktor sakitnya.”
Ketika meneliti tentang tahajud ini, Sholeh mengambil sampel 51 anak
SMU Lukmanul Hakim di Pesantren Hidayatullah Surabaya. Sebelum melakukan
shalat tahajud, para siswa ini diambil darahnya lalu mereka melakukan
shalat tahajud selama sebulan, kemudian diambil lagi darahnya dan
setelah dua bulan shalat tahajud diambil sekali lagi darahnya.
“Variabel yang diteliti itu ada 9 yaitu makrovat, boisisovir, momorsi,
antibodi, imbulin a, n,g, b,, e, dan hormon kortisol yang dihasilkan
oleh anak ginjal. Kalau hormon kortisol penuh itu merupakan tanda-tanda
kalau seseorang sedang mengalami stres. Penumpukan hormon ini dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, liver, jantung.
Hipertensi, dsb. Nah, ketika saya meneliti tahajud itu ternyata tahajud
itu bisa mengurangi jumlah hormon kortisol yang meningkat menjadi
luminitataif atau seimbang sehingga mengurangi tingkat stres seseorang.
Jadi, sistem imunitasnya menjadi baik.
Memang, orang yang stres diketahui rentan dengan penyakit terutama
kanker. Sebaliknya dengan tingkat stres yang rendah, berarti seseorang
itu memiliki imun yang kuat sehingga tubuhnya mampu menyembuhkan
berbagai penyakit. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa shalat
tahajud itu dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit,” papar aktivis
di Ikatan Ahli Patobiologi Indonesia ini lagi.
Tetapi shalat tahajud yang dapat dirasakan manfaatnya tentu bukan
sekadar “melakukan” shalat tahajud. Namun shalat tahajud yang dilakukan
dengan khusuk, yang didasari oleh kesadaran mendalam terhadap makna,
tujuan, dan konsekuensinya. “Jadi ini bukan sekedar ritual untuk
menggugurkan kewajiban, sehingga pada pelaksanaannya tetap harus
dikerjakan dengan rileks, namun rutin dan disertai dengan ketepatan
gerakannya,” jelas ayah dari M. Rumrowi Shaleh (18), Ilma Nafia (14), M. Iza Darijal Ilmi (7), dan Dul Yah Darojah (5) ini.
Tentu saja Sholeh tak omong belaka. Dia sendiri kini membiasakan
dirinya shalat tahajud dan juga membudayakannya pada keluarga. “Saya
membiasakan shalat tahajud, dan sebelum mengajak orang lain, saya
terapkan dulu pada keluarga. Alhamdulillah istri dan anak-anak mau
mengikuti meski yang anak-anak masih suka bolos. Tetapi paling tidak
sudah ada keinginan untuk beribadah.”
Klinik Rumah Sehat
Kini selain aktif mengajar, Prof Sholeh juga mendirikan klinik yang
diberinya nama Rumah Sehat Avicenna yang terletak di Desa Tempurejo Kota
Kediri. Meski sama menerapi penyakit menuju kesembuhan, dan juga ada
pendampingan oleh dokter, tapi tak seperti Rumah Sakit pada umumnya,
Rumah Sehat mendasari metode pengobatannya dengan terapi yang lebih
mirip pesantren kilat.
Di sini, jika ada pasien yang baru masuk, langkah pertama yang
dilakukan Sholeh adalah menanyakan pada si pasien secara detil tentang
dirinya. Seperti umurnya berapa, pekerjaannya apa, lalu bila agamanya
Islam maka akan ditanyakan juga apakah sudah rutin menjalankan shalat
lima waktu atau belum, bisa membaca Al-Quran atau tidak, suka
mengerjakan shalat sunah atau tidak, dan seterusnya.
Setelah itu barulah pasien ditanya soal penyakitnya. Misalnya bagaimana
proses terjadinya, kapan mulainya lalu ditanyakan juga apakah ada
pikiran yang mengganggu selama itu? “Karena biasanya penyakit itu baru
datang pada periode tertentu disebabkan karena pikiran atau perilaku
mereka. Jadi saya tanyakan pikiran dan perilaku apa yang bisa membuat
stres,” kata orang pertama di IAIN Sunan Ampel yang memperoleh gelar
Profesor Psikologi Islam ini.
Sebab, lanjut Sholeh, penyakit itu bukan hanya satu penyebabnya tapi
bisa karena pola pikir, pola perilaku, pola makan, pola ibadah ataupun
ketetapan Allah. Bisa juga dari harapan yang terlalu tinggi tapi belum
tercapai. “Nah, nanti kami yang membantu untuk memberikan jalan keluar.
Kadang bisa sampai ke lingkup keluarga jika memang si pasien bermasalah
dengan keluarganya, barulah dari sini diberikan terapi sesuai
kebutuhan.”
Jika pasien menjalani rawat inap, maka mereka diharuskan mengikuti
rangkaian terapi. Dimulai saat bangun pagi lalu shalat Subuh berjamaah.
Kemudian olahraga, yakni berjalan dan berlari. Dilanjutkan dengan
sarapan, lalu shalat hajat dan shalat dhuha. Mengapa pasien disuruh
shalat Hajat dan Dhuha? “Ini dimaksudkan untuk membangun mindset
bahwa yang menyembuhkan itu hakikatnya bukan dokter tapi Allah dan kita
hanya bisa berikhtiar meminta kesembuhan pada Allah,” jelas Sholeh.
Lalu pasien diminta mengikuti senam Tawakal yaitu senam yang berisi
gerakan-gerakan yang bisa dikatakan sebagai penyerahan diri kepada
Allah. Setelah itu shalat Zhuhur berjamaah, shalat Ashar berjamaah dan
pasien pun kemudian diajak mengikuti kajian tentang manusia, seperti
mengapa Allah menciptakan manusia, mengapa ada orang yang susah ada yang
senang, ada yang kaya ada yang miskin dan sebagainya. Lalu bagaimana
menyikapinya yang intinya mengajak pasien untuk mengembalikan semuanya
pada Allah.
Barulah pada malam hari, terapi dilanjutkan dengan mengajak pasien
shalat tahajud, minimal 2 rakaat yang dilanjutkan dengan witir dan
muhasabah (renungan). Proses penyembuhan ini dilakukan secara terus
menerus di rumah sehat dan sebisa mungkin dilanjutkan ketika pasien
sudah pulang ke rumah.
Metode penyembuhan yang dilakukan Rumah Sehat ini sudah dibuktikan oleh
ratusan orang yang pernah berobat ke sana. Tak hanya dari orang di
sekitar Kediri, namun dari segala penjuru termasuk dari luar Jawa.
Pasiennya pun beragam, dan tidak sedikit yang justru berlatar belakang
praktisi dunia kedokteran.
Ini agaknya disebabkan sudah semakin banyaknya orang yang memperoleh
bukti bahwa tahajud tak hanya menenangkan jiwa namun juga menyehatkan
raga.
ini Firdaus/wawancara: Firda Kurnia
Komentar
Posting Komentar