Pertanyaan:
Bagaimanakah hukumnya tidur di masjid? Salah seorang tokoh masyarakat di daerah saya mengharamkannya. Apakah pendapatnya itu benar menurut hukum Islam?
-
Jawaban:
Tidur di dalam masjid hukumnya mubah (boleh), asal dapat menjaga kebersihannya.
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdjab menjelaskan sebagai berikut:
Dalam kitab tersebut Imam Nawawi mengungkapkan argumentasi (dalil) yang dijadikan dasar oleh Imam Syafii dan para sahabatnya atas bolehnya tidur di dalam masjid, yaitu sebagai berikut:
Dalam kitab Fiqhus Sunnah terdapat keterangan sebagai berikut:
Dari beberapa dalil tersebut diatas, jelaslah bahwa tidur di masjid hukumnya boleh, tidak makruh apalagi haram, karena para sahabat banyak yang melakukannya, padahal Rasulullah Saw. ketika itu masih hidup. Seandainya tidur di masjid itu hukumnya haram tentu Rasulullah melarangnya.
Kalau ada salah seorang tokoh masyarakat yang berfatwa bahwa tidur di masjid itu hukumnya haram, menurut hemat kami, itu adalah fatwa yang tidak berdasarkan kedapa dalil dan tidak perlu kita ikuti kecuali kalau tidurnya mengotori masjid.
Pendapat tentang bolehnya tidur di dalam masjid secara mutlak, ini adalah pendapat yang dipegang Imam Syafii beserta sahabat-sahabatnya, Imam Ibnul Musayyah, Imam 'Atha, dan Imam Al-Hasan.
Adapula beberapa pendapat yang tidak didukung oleh dalil, dari kalangan sahabat, Tabiin, dan ulama Mujtahidin yang lainnya sebagai berikut:
Kami sendiri condong kepada pendapat yang mengatakan tidur di masjid itu boleh, karena hujjah-hujjahnya cukup jelas dan kuat.
Akan tetapi kalau pengurus atau pemilik masjid (waqif) itu melarang tidur di masjidnya, mungkin agar terjaga keindahan dan kebersihannya, tentu tidak boleh tidur di masjid tersebut, sebab bila ia tidur di masjid, berarti ia telah menggunakan milik atau fasilitas orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Diambil dari buku "Umat Bertanya Ulama Menjawab" tulisan dari KH.Drs.Ahmad Dimyathi Badruzzaman, dosen Fakultas Dakwah STIDA Al-Hamidiyah
Bagaimanakah hukumnya tidur di masjid? Salah seorang tokoh masyarakat di daerah saya mengharamkannya. Apakah pendapatnya itu benar menurut hukum Islam?
-
Jawaban:
Tidur di dalam masjid hukumnya mubah (boleh), asal dapat menjaga kebersihannya.
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdjab menjelaskan sebagai berikut:
- Tidur di masjid hukumnya boleh, tidak makruh menurut pendapat
kami. Imam Syafii Rahimahullah telah memberikan nash atas bolehnya
tidur di masjid dalam kitabnya Al-Umm, dan pendapatnya itu telah
disepakati oleh sahabat-sahabatnya.
Dalam kitab tersebut Imam Nawawi mengungkapkan argumentasi (dalil) yang dijadikan dasar oleh Imam Syafii dan para sahabatnya atas bolehnya tidur di dalam masjid, yaitu sebagai berikut:
- Imam Syafii, begitu pula sahabat-sahabat kami telah berdalil atas
tidak makruh tidur di masjid, dengan hadis yang kuat terdapat dalam
kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Ibnu Umar r.a. Beliau telah
berkata, "Saya suka tidur di masjid, padahal saya seorang pemuda yang
belum kawin." Dan telah terdapat hadis yang kuat yang menyatakan
bahwasanya Ahlush Shuffah (sahabat-sahabat Nabi Saw. yang miskin, tidak
punya rumah, dan tidak punya harta) mereka suka tidur di masjid. Dan
telah terdapat hadis yang kuat dalam kitab kitab shahih Bukhari dan
Shahih Muslim, bahwa Sayidina Ali r.a. pernah tidur di masjid, sahabat
Shafwan bin Umayah pernah tidur di masjid, seorang perempuan tukang
selempang suka tidur di masjid. Begitu pula segolongan dari sahabat yang
lain, Tsumamah bin Atsal, ia suka menginap di masjid sebelum ia
beragama Islam. Semua itu terjadi pada zaman Rasulullah Saw. (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadz-dzab, Juz II, halaman 173-174)
Dalam kitab Fiqhus Sunnah terdapat keterangan sebagai berikut:
- Boleh hukumnya makan, minum dan tidur di masjid dimana saja.
Terdapat sebuah hadis dari Ibnu Umar, beliau berkata, "Kami (para
sahabat) pada zaman Rasulullah Saw. suka tidur di masjid, kami tidur
qailulah (tidur tengah hari) di dalamnya, dan kami pada waktu itu masih
muda-muda." (Kitab Fiqhus Sunnah, Juz I, halaman 213)
Dari beberapa dalil tersebut diatas, jelaslah bahwa tidur di masjid hukumnya boleh, tidak makruh apalagi haram, karena para sahabat banyak yang melakukannya, padahal Rasulullah Saw. ketika itu masih hidup. Seandainya tidur di masjid itu hukumnya haram tentu Rasulullah melarangnya.
Kalau ada salah seorang tokoh masyarakat yang berfatwa bahwa tidur di masjid itu hukumnya haram, menurut hemat kami, itu adalah fatwa yang tidak berdasarkan kedapa dalil dan tidak perlu kita ikuti kecuali kalau tidurnya mengotori masjid.
Pendapat tentang bolehnya tidur di dalam masjid secara mutlak, ini adalah pendapat yang dipegang Imam Syafii beserta sahabat-sahabatnya, Imam Ibnul Musayyah, Imam 'Atha, dan Imam Al-Hasan.
Adapula beberapa pendapat yang tidak didukung oleh dalil, dari kalangan sahabat, Tabiin, dan ulama Mujtahidin yang lainnya sebagai berikut:
- Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Mujahid, dan Sa'id bin Jubair berpendapat,
bagi orang yang mempunyai rumah (tempat tidur), tidur di masjid hukumnya
makruh. Sedangkan bagi orang yang tidak atau belum punya rumah (tempat
untuk tidur), hukumnya boleh dan tidak makruh.
- Imam Ahmad dan Imam Ishaq berpendapat, bagi orang yang sedang
musafir (bepergian) atau semacamnya, tidur di masjid hukumnya boleh,
sedangkan bagi orang yang mukim (tidak bepergian), hukumnya tidak boleh.
- Imam Al-Auza'i (nama lengkapnya Abu 'Amr Abdurrahman bin
Muhammad Al-Auza'i, lahir 88 H, dan wafat 157 H), beliau berpendapat
bahwa tidur di masjid hukumnya makruh secara mutlak. Dengan pengertian,
baik orang itu sedang musafir atau sedang mukim, hukumnya tetap makruh.
(Baca kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadz-dzab, Juz II, halaman 173)
Kami sendiri condong kepada pendapat yang mengatakan tidur di masjid itu boleh, karena hujjah-hujjahnya cukup jelas dan kuat.
Akan tetapi kalau pengurus atau pemilik masjid (waqif) itu melarang tidur di masjidnya, mungkin agar terjaga keindahan dan kebersihannya, tentu tidak boleh tidur di masjid tersebut, sebab bila ia tidur di masjid, berarti ia telah menggunakan milik atau fasilitas orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Diambil dari buku "Umat Bertanya Ulama Menjawab" tulisan dari KH.Drs.Ahmad Dimyathi Badruzzaman, dosen Fakultas Dakwah STIDA Al-Hamidiyah
Komentar
Posting Komentar