-Jumlah jam anak menonton siaran televisi cukup tinggi, bahkan dalam setahun lebih tinggi dari jam sekolah, demikian kata Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Eski Tri Rejeki Suyanto.
Berdasarkan penelitian KPI, kegiatan anak menonton siaran televisi sehari bisa mencapai empat hingga lima jam atau seminggu 30 hingga 35 jam sehingga dalam setahun mencapai 1.600 jam.
"Sementara itu jam sekolah setahun hanya 740 jam per tahun, sehingga jam menonton siaran televisi mencapai dua kali lipat dari jam sekolah," katanya pada seminar "Penanggulangan Kekerasan Massa" di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang, Rabu (27/6/2012).
KPI juga mencatat bahwa ternyata jumlah jam menonton pada hari libur lebih tinggi daripada hari sekolah.
Ezki menuturkan, kegiatan anak menonton televisi diawali kebiasaan usia dini karena kebiasaan orang tua kalau anak menangis langsung diajak melihat siaran televisi agar bisa diam.
"Anak sepulang sekolah, kebanyakan langsung mencari siaran televisi yang menjadi kegemarannya," katanya, dilansir Antara.
Ia mengatakan, waktu luang diisi dengan menonton televisi, bahkan yang lebih memprihatinkan adalah karena kesibukan orang tua para anak pun menonton tanpa pendampingan orang tua.
Laman Vivanews memuat hasil penelitian dari Children's Hospital Boston, bahwa anak-anak yang sering menonton tayangan televisi atau film dewasa, akan tumbuh aktif secara seksual di usia dini.
Studi dilakukan terhadap 754 anak yang dipantau secara berkala sejak usia 6, 12, hingga 18 tahun. Seluruhnya adalah anak-anak yang terpapar tayangan berformat dewasa. Dan, seluruhnya menyatakan tumbuh aktif secara seksual begitu memasuki usia puber.
"Televisi dan film adalah salah satu sumber utama informasi tentang hubungan seks untuk remaja. Penelitian kami menunjukkan bahwa sikap seksual mereka bisa timbul lebih awal," kata salah satu peneliti, Dr Hernan Delgado pada laman Modernmom.
Anak-anak usia 6-8 tahun yang terbiasa menonton tayangan dewasa memiliki risiko 33 persen lebih tinggi mengalami aktif seksual di usia dini dibandingkan mereka yang tak pernah melihat tayangan dewasa.
"Anak-anak tidak punya pengalaman hidup maupun perkembangan otak untuk bisa membedakan antara realitas mereka, bergerak menuju fiksi yang berarti hanya untuk menghibur," David Bickham, staf ilmuwan di Pusat Media dan Kesehatan Anak, menambahkan.
"Anak-anak belajar dari media, dan ketika mereka menonton media dengan referensi seksual, maka mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam aktivitas seksual lebih awal dalam hidup," katanya.*
Rep: Insan Kamil
Hidayatullah.com-
Komentar
Posting Komentar