Ada
kisah menarik dimana seorang anak manusia, sebut saja namanya Inur
(bukan nama sebenarnya), yang ingin menjadi manusia mandiri. Dia
berangkat dari Pekanbaru ke Batam untuk mencari sumber rizki yang lebih
besar.
Inur
bukanlah seorang pengangguran. Dia muslimat rajin, mandiri dan bakti
pada orang tuanya. Semenjak SMA, dia sudah bekerja sebagai pramuniaga di
Pekanbaru. Pulang sekolah dia shalat Dhuhur, makan siang terus jaga
toko. Sambil nunggu pelanggan, dia memanfaatkan waktu sempit itu untuk
membaca buku pelajaran. Jam sembilan malam toko tutup. Dia pulang,
membantu ibunya nyuci piring, makan dan sebelum tidur dia kerjakan PR
jika memang ada PR dari gurunya. Begitulah kesehariannya dia jalani
selama tiga tahun di SMA. Ketika teman-teman SMA-nya pada
jingkrak-jingkrak karena lulus SMA, dia justru mengerutkan dahi. Adiknya
yang masih SMP sebentar lagi masuk SMA. Orang tuanya tidak mungkin lagi
membiayai. Sementara dengan gaji sebagai pramuniaga tidak akan cukup.
Akhirnya
Inur memutuskan pergi ke Batam dengan harapan mendapatkan gaji lebih
besar. Sesampainya di Batam dia bekerja di perusahaan swasta dengan gaji
Rp. 390.000,-. Walaupun dia tinggal di rumah liar dengan dinding papan,
rumah diatas pinggiran laut dengan aroma sekitar yang kurang
bersahabat, dia tidak pernah mengeluh. Target utamanya dia bisa ngirim
uang ke orang tua dan bisa membiayai adiknya sekolah. Baru kerja tiga
bulan di Batam, tiba-tiba matanya berkunang-kunang. Saya sempat
menyarankan sahabat baik saya itu untuk memeriksa ke dokter mata. Dia
tidak mau karena takut biayanya mahal dan menolak bantuan saya karena
dia tidak mau dikasihani orang apapun alasannya.
Tiga
hari kunang-kunangnya belum juga sembuh. Pada suatu pagi teman
sekamarnya menepuk-nepuk pundaknya untuk membangunkannya. Badannya
dingin dan kaku. Berulang kali temannya menggoyang-goyang badannya, tapi
tidak ada respon balik. Di cek nafas dan degup jantungnya dan ternyata... innalillahi wa inna ilai roji’uun.
Dia kembali ke pangkuan Sang Robbi dalam usia 19 tahun. Usia yang
sangat muda sekali. Dia telah menyusul kepergian ayahnya yang telah
mendahului setahun lalu dan belum pernah dia tengok kuburnya. Jenazah
Inur dipulangkan ke Pekanbaru dengan biaya Rp. 10 juta. Jauh lebih mahal
daripada gaji yang dia kumpulkan selama ini tiga bulan ini (Rp.
1.160.000,-). Lalu dimanakah sumber rizki itu berada ? kenapa Inur yang
berusaha mendekati sumber riskinya kok malah mendekati sumber ajalnya?
Inilah pertanyaan menarik yang menjadi rahasia Allah dan hanya Dia yang
tahu. Manusia hanya bisa berusaha, menganalisa dan berdo’a. Allah
memberi pahala manusia bukan dari berapa banyak hasil usaha yang dia
lakukan.
Bukan pada kesuksesan atau kegagalan
Tapi
yang dinilai adalah pada keihlasan perjuangan / usahanya plus
kemanfaatan dari usahanya itu. Allahlah yang mentakar hasil usaha
manusia sehingga hasil usahanya itu tidak membahayakannya. Rizki yang
banyak kadang tidak selalu baik buat seorang hamba. Tergantung dari
hamba itu. Jika rizki yang banyak jatuh pada hamba yang suka bersedekah /
zakat dan membantu anak yatim, maka rizki itu menjadi jalan pembuka
pintu surga untuknya. Tapi sebaliknya, jika rizki yang banyak justru
mengantarkannya ke tempat pelacuran, judi dan kemaksiatan lain; maka
nerakalah muara akhir baginya.
Adalah
Allah satu – satunya Dzat yang Maha Tahu seberapa banyak ukuran rizki
bagi setiap hambanya. Karena itu, marilah kita perbaiki niat kerja kita.
Setiap berangkat kerja, ucapkan “ Saya niat mencari yang halal karena
Allah”. Mudah-mudahan niat ini menjadi awal terbukanya pintu amal.
Kupersembahkan buat sahabat-sahabat pekerja keras dibumi Sang Maha Kaya, juga buat Nina dan Zulfa
Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Dari :Sugito@AITBatam.com
Komentar
Posting Komentar