Bendera Vietnam (ilustrasi)
Suara azan terdengar berkumandang dari
gang-gang padat penduduk di kota Ho Chi Minh, Vietnam. Sejumlah pria
dengan penutup kepala putih dan sarung berjalan menuju masjid.
Pemandangan yangi sangat umum di kota-kota di Indonesia itu juga
terlihat di negeri komunis, Vietnam.
Kaum Muslim di Vietnam hanyalah sebuah komunitas kecil. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah yang biasa disebut Distrik VIII. Dahulu, ketika wilayah itu masih bernama Saigon, daerah tersebut merupakan tempat generasi keturunan Kerajaan Campa tinggal. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada di bagian tengah dan selatan Vietnam. Masyarakat dari kerajaan itu sering disebut sebagai orang-orang Cham.
Menurut kantor berita AFP, pada tahun 2010 lalu, jumlah penduduk Muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa. Namun, menurut laman religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di kota Ho Chi Minh City mencapai 5.000 orang. Rumah makan yang menawarkan makanan halal dan masjid-masjid raya serta madrasah juga banyak ditemukan. Beberapa dari murid-murid di madrasah itu sering dikirim ke Malaysia untuk melanjutkan sekolah.
Secara umum, total populasi Muslim, terutama dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang. Namun, menurut hasil survei yang dilakukan The Pew Research Center pada Oktober 2009, jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 71.200 jiwa. Anga itu naik dibandingkan data hasil sensus pada 1999 yang hanya 63.146 jiwa.
Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan Province, 24 persen di provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen di kota Ho Chi Minh. Sekitar 22 persen menetap di wilayah Delta Sungai Mekong, khususnya di provinsi An Giang Province. Sisanya, sekitar 1,0 persen Muslim tersebar di wilayah-wilayah lainnya di negeri itu.
Dahulu masyarakat Cham adalah penganut agama Hindu dan telah menguasai bagian tengah dan selatan Vietnam selama ratusan tahun. Seiring waktu, mereka memeluk agama Islam. Pada akhir abad ke XV Kerajaan Campa tergusur ke arah selatan dan lama-lama pengaruhnya semakin menghilang. Saat ini sekitar 80 persen masyarakat Cham sudah menjadi Muslim.
Berdasarkan data dari pemerintah, Islam adalah agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di Vietnam. Kegiatan keagamaan masih dikontrol oleh pemerintah Vietnam yang berhaluan komunis. Namun, kegiatan ibadah bagi masing-masing agama berkembang dengan baik.
Sebagai agama dengan jumlah pemeluk terkecil, kaum Muslim di Vietnam memilih untuk terlalu menonjol. ‘’Kami hanya mengamalkan dan menjalankan ajaran agama Islam. Kami (Muslim Vietnam) tak peduli dengan urusan berbau politik,’’ ujar Haji Mousa, 52 tahun, pengelola sebuah madrasah seperti dikutip laman muslimvillage.com. Mousa fasih berbahasa Melayu dan mengenal bahasa Arab.
Menurut Mousa, imam-imam yang tampil sebagai pemimpin umat Islam, lebih banyak belajar di Vietnam. Beberapa imam dari luar negeri, terutama dari Malaysia, juga sering datang ke negaranya. Kini, di negara itu juga sudah ada Alquran dengan terjemahan bahasa Vietnam.
Saat ini, setidaknya ada sekitar 16 masjid di kota Ho Chi Minh. Kebanyakan dari masjid tersebut didanai oleh negara-negara Muslim. Salah satunya, yaitu Masjid Jamiul Anwar yang dibangun pada 2006. Masjid itu didanai oleh Uni Emirat Arab dan Palang Merah.
Meskipun mendapatkan dukungan dari Timur Tengah, namun hubungan erat umat Muslim di Vietnam justru lebih terjalin dengan Malaysia dan Indonesia. Karena mereka merasa lebih dekat secara kultural. Hubungan erat itu dimulai sekitar 20 tahun yang lalu, saat Vietnam secara bertahap membuka diri secara ekonomi.
Seorang Muslim bernama Hachot, mengaku dirinya tak merasa menjadi bagian dari masyarakat Vietnam yang lebih luas, meskipun pemerintah telah membantu membangun kembali rumahnya beberapa tahun yang lalu. Menurut dia, sikap kelompok mayoritas etnis Kinh terhadap Cham oun amat beragam. ‘’Beberapa Kinh mengatakan Cham kotor,’’ ujarnya seperti dikutip laman muslimvillage.com. Mereka keberatan dengan sikap Muslim yang mengharamkan daging babi.
Menurut laman dakwatuna.com, Islam yang berkembang di Vietnam adalah beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi pengaruh budaya domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India.
Bahkan aliran Bani kerap dianggap sedikit menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Laman itu menyebutkan bahwa penyimpangan yang dilakukan seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili jamaah, tidak ada perhatian dari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik. Penyimpangan akidah ini disebabkan oleh sedikitnya ulama dan dai.
Pada 1959, masyarakat Vietnam, terutama di wilayah Saigon, mulai melihat kembali ajaran Islam yang benar. Ketika itu, di antara umat Muslim terjadi perkenalan dan dialog tentang Islam. Sehingga muncul pemahaman tentang hakikat Islam yang sesungguhnya.
Mereka kemudian mulai memperbaiki diri dan mengajak masyarakat Muslim di negara itu untuk kembali ke ajaran Islam yang benar. Meskipun pada awalnya mendapatkan penolakan, akan tetapi usaha pembaharuan ini lama kelamaan semakin diterima. Muslim di Vietnam pun sudah banyak yang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah.
Sertifikasi Halal
Muslim memang minoritas di Vietnam, namun sertifikasi halal diberlakukan ketat di negeri ini. Negeri yang perekonomiannya kini mulai menggeliat ini mulai menyasar ekspor ke negara-negara mayoritas Muslim, menyasar 1,83 miliar Muslim di seluruh dunia.
Mohammed Omar, auditor utama Badan Sertifikasi Halal Vietnam (Viet Nam HCA), mengatakan pasar halal global, memiliki nilai sebesar 2,77 triliun dolar AS.
"Sertifikasi halal adalah skema global untuk produk atau jasa. Ini adalah proses independen untuk memverifikasi bahan halal dan haram dan kondisi kemurnian diperlukan untuk memenuhi standar Alquran dan Syariah," ujar Omar.
Kaum Muslim di Vietnam hanyalah sebuah komunitas kecil. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah yang biasa disebut Distrik VIII. Dahulu, ketika wilayah itu masih bernama Saigon, daerah tersebut merupakan tempat generasi keturunan Kerajaan Campa tinggal. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada di bagian tengah dan selatan Vietnam. Masyarakat dari kerajaan itu sering disebut sebagai orang-orang Cham.
Menurut kantor berita AFP, pada tahun 2010 lalu, jumlah penduduk Muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa. Namun, menurut laman religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di kota Ho Chi Minh City mencapai 5.000 orang. Rumah makan yang menawarkan makanan halal dan masjid-masjid raya serta madrasah juga banyak ditemukan. Beberapa dari murid-murid di madrasah itu sering dikirim ke Malaysia untuk melanjutkan sekolah.
Secara umum, total populasi Muslim, terutama dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang. Namun, menurut hasil survei yang dilakukan The Pew Research Center pada Oktober 2009, jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 71.200 jiwa. Anga itu naik dibandingkan data hasil sensus pada 1999 yang hanya 63.146 jiwa.
Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan Province, 24 persen di provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen di kota Ho Chi Minh. Sekitar 22 persen menetap di wilayah Delta Sungai Mekong, khususnya di provinsi An Giang Province. Sisanya, sekitar 1,0 persen Muslim tersebar di wilayah-wilayah lainnya di negeri itu.
Dahulu masyarakat Cham adalah penganut agama Hindu dan telah menguasai bagian tengah dan selatan Vietnam selama ratusan tahun. Seiring waktu, mereka memeluk agama Islam. Pada akhir abad ke XV Kerajaan Campa tergusur ke arah selatan dan lama-lama pengaruhnya semakin menghilang. Saat ini sekitar 80 persen masyarakat Cham sudah menjadi Muslim.
Berdasarkan data dari pemerintah, Islam adalah agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di Vietnam. Kegiatan keagamaan masih dikontrol oleh pemerintah Vietnam yang berhaluan komunis. Namun, kegiatan ibadah bagi masing-masing agama berkembang dengan baik.
Sebagai agama dengan jumlah pemeluk terkecil, kaum Muslim di Vietnam memilih untuk terlalu menonjol. ‘’Kami hanya mengamalkan dan menjalankan ajaran agama Islam. Kami (Muslim Vietnam) tak peduli dengan urusan berbau politik,’’ ujar Haji Mousa, 52 tahun, pengelola sebuah madrasah seperti dikutip laman muslimvillage.com. Mousa fasih berbahasa Melayu dan mengenal bahasa Arab.
Menurut Mousa, imam-imam yang tampil sebagai pemimpin umat Islam, lebih banyak belajar di Vietnam. Beberapa imam dari luar negeri, terutama dari Malaysia, juga sering datang ke negaranya. Kini, di negara itu juga sudah ada Alquran dengan terjemahan bahasa Vietnam.
Saat ini, setidaknya ada sekitar 16 masjid di kota Ho Chi Minh. Kebanyakan dari masjid tersebut didanai oleh negara-negara Muslim. Salah satunya, yaitu Masjid Jamiul Anwar yang dibangun pada 2006. Masjid itu didanai oleh Uni Emirat Arab dan Palang Merah.
Meskipun mendapatkan dukungan dari Timur Tengah, namun hubungan erat umat Muslim di Vietnam justru lebih terjalin dengan Malaysia dan Indonesia. Karena mereka merasa lebih dekat secara kultural. Hubungan erat itu dimulai sekitar 20 tahun yang lalu, saat Vietnam secara bertahap membuka diri secara ekonomi.
Seorang Muslim bernama Hachot, mengaku dirinya tak merasa menjadi bagian dari masyarakat Vietnam yang lebih luas, meskipun pemerintah telah membantu membangun kembali rumahnya beberapa tahun yang lalu. Menurut dia, sikap kelompok mayoritas etnis Kinh terhadap Cham oun amat beragam. ‘’Beberapa Kinh mengatakan Cham kotor,’’ ujarnya seperti dikutip laman muslimvillage.com. Mereka keberatan dengan sikap Muslim yang mengharamkan daging babi.
Menurut laman dakwatuna.com, Islam yang berkembang di Vietnam adalah beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi pengaruh budaya domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India.
Bahkan aliran Bani kerap dianggap sedikit menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Laman itu menyebutkan bahwa penyimpangan yang dilakukan seperti menjadikan pemimpin untuk shalat mewakili jamaah, tidak ada perhatian dari para pemimpin dengan jamaah mereka sehingga menyebar di tengah mereka ajaran-ajaran syirik. Penyimpangan akidah ini disebabkan oleh sedikitnya ulama dan dai.
Pada 1959, masyarakat Vietnam, terutama di wilayah Saigon, mulai melihat kembali ajaran Islam yang benar. Ketika itu, di antara umat Muslim terjadi perkenalan dan dialog tentang Islam. Sehingga muncul pemahaman tentang hakikat Islam yang sesungguhnya.
Mereka kemudian mulai memperbaiki diri dan mengajak masyarakat Muslim di negara itu untuk kembali ke ajaran Islam yang benar. Meskipun pada awalnya mendapatkan penolakan, akan tetapi usaha pembaharuan ini lama kelamaan semakin diterima. Muslim di Vietnam pun sudah banyak yang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah.
Sertifikasi Halal
Muslim memang minoritas di Vietnam, namun sertifikasi halal diberlakukan ketat di negeri ini. Negeri yang perekonomiannya kini mulai menggeliat ini mulai menyasar ekspor ke negara-negara mayoritas Muslim, menyasar 1,83 miliar Muslim di seluruh dunia.
Mohammed Omar, auditor utama Badan Sertifikasi Halal Vietnam (Viet Nam HCA), mengatakan pasar halal global, memiliki nilai sebesar 2,77 triliun dolar AS.
"Sertifikasi halal adalah skema global untuk produk atau jasa. Ini adalah proses independen untuk memverifikasi bahan halal dan haram dan kondisi kemurnian diperlukan untuk memenuhi standar Alquran dan Syariah," ujar Omar.
Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: rosyid hakiim
Komentar
Posting Komentar