Lelaki paruh baya itu menyambut dengan ramah saat menerima tamu di rumahnya yang sangat sederhana, di Jalan H Muis, Depok. Sebuah gerobak roti bertengger di samping rumah, setumpuk roti masih berjejer di dalam gerobak itu. Selain itu, boks-boks roti berjejer rapi di kediamannya. Cucuran keringat masih tampak terlihat di wajah lelaki paruh baya itu.
Haji Uwas, begitu sapaan akrab lelaki paruh baya itu. Setelah puluhan tahun berjualan roti keliling, panggillan untuk pergi ke Tanah Suci Makkah pun menghampirinya. “Alhamdulillah, dari hasil nabung sedikit demi sedikit, saya bisa pergi haji bersama dengan istri,” ujarnya, Rabu (19/9).
Di sebuah ruangan tamu kecil beralaskan tikar, Uwas berbagi cerita tentang pengalamannya pergi ke Makkah pada 2011 lalu. Uwas mengatakan, niatnya untuk pergi haji sudah muncul sekitar empat tahun silam. Semenjak itu, dia mulai menyisihkan rupiah demi rupiah untuk mewujudkan niat tersebut.
“Tiap hari kalau saya habis keliling jualan roti, paling enggak saya sisihkan kurang lebih Rp 50 ribu, nanti per bulan baru disetor ke bank, Alhamdulillah kalo lagi ada, bisa setor ke bank minimal Rp 500 ribu,” ujar pria berusia 48 tahun ini. Dia juga berusaha menyisihkan uang untuk anak-anak yatim.
Ketika itu, ongkos naik haji reguler untuk satu orang sekitar Rp 37,5 juta. Total biaya yang dikeluarkan oleh Uwas yakni sekitar Rp 130 juta. Itu murni dari penghasilan berjualan roti. Biaya tersebut sudah termasuk uang yang dia bawa ke Makkah untuk membeli oleh-oleh bagi seluruh keluarga dan kerabat di kampungnya.
Di Tanah Suci Makkah, Uwas dan istrinya mengalami banyak hal yang terjadi di luar kehendaknya. Sehari sebelum keberangkatan, Uwas dan istrinya menginap di Asrama Haji Bekasi. Saat itu mereka tergabung di kloter 39 dan berangkat pada pukul 03.00 WIB. Sejak di Asrama Haji Bekasi, Uwas selalu mendapatkan rezeki dan berkah.
Cerita, saat di Bekasi ada seseorang tak dikenalnya memberikan uang 300 riyal. Lalu, ketika berada di Makkah, dia dan istrinya selalu saja ada orang yang menraktir makan di restoran mewah, meskipun dia tidak mengenali orang tersebut.
“Saya juga bingung ini kenapa, padahal saya enggak kenal sama orang-orang itu, waktu di Makkah selalu saja ada orang yang ngasih saya, entah itu duit, makanan, atau menraktir saya dan istri makan di restoran, Alhamdulillah,” ujarnya.
Pengalaman lain adalah saat melakukan tawaf di putaran keempat, dia melihat sosok lelaki yang berbadan tinggi besar, berjenggot panjang sampai ke pusar, mengenakan gamis putih dan sorban. Lelaki tersebut berdiri di hadapan Uwas dan mengusap wajah Uwas dan wajahnya. Setelah itu, pria tersebut berlalu.
Selama melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci Makkah, Uwas dan istrinya selalu mendapatkan kemudahan dan diberikan kesehatan. Selain itu, ketika pulang ke Tanah Air, Uwas juga merasakan sambutan yang luar biasa dari keluarga dan kerabat di kampungnya, di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor.
Editor: Dewi Mardiani
Komentar
Posting Komentar