Survei yang dilakukan sebuah tabloid di Perancis akhir tahun 2006 menyatakan bahwa jumlah warga negara asli perancis yang menjadi muallaf mencapai 60,000 orang. Mereka masuk Islam karena takjub dan terkesan dengan agama ini yang mengajarkan tentang perdamaian dan kasih sayang serta mengagungkan toleransi dalam berbagai aspek kehidupan. Mayoritas dari mereka yang tertarik dengan ajaran islam merupakan pemuda kota yang berpendidikan dan modern. Survei ini juga menegaskan bahwa warga asli yang masuk Islam juga berasal dari kelas sosial dan profesi serta agama yang beragam, seperti: Budha, Katolik, atheis dan lain- lain.
Kelompok militer juga banyak yang masuk Islam, lebih dari 3% pemeluk Islam di Perancis adalah seorang tentara. Sebagaimana daerah “Aisun” sebuah wilayah di Perancis bagian selatan merupakan jumlah terbesar warga yang masuk Islam. Sekitar 1000 – 2000 orang di wilayah ini masuk Islam. Mereka masuk Islam lima puluh tahun yang lalu, ketika etnis Maghribi masuk ke Perancis, terdapat 2- 3 orang muallaf tiap pekan. Dari jumlah penduduk yang masuk Islam kelompok pemuda menempati jumlah teratas, laki-laki mencapai 83%, sedangkan wanitanya 17% saja.
Faktor yang mempengaruhi warga Perancis masuk Islam adalah, pertemanan, yaitu pertemanan warga muslim dengan non muslim. Umat Islam dikenal sangat toleran, memiliki akhlak yang baik, taat beribadah , tidak minum alkohol dan tidak melakukan tindak kejahatan pidana. Radio “Suara Perancis” memainkan peranan yang sangat penting di dalam proses masuknya warga Perancis kepada Islam. Direktur bagian Acara radio ini, Sami Abdus Salam mengatakan bahwa siaran radio ini sasarannya untuk komunitas muslim yang berada di masyarakat Perancis berupa nasehat, arahan, dsikusi, dialog seputar permasalahan sosial dan keagamaan, selama delapan belas (18) jam secara live.
Dari hasil siaran itu, banyak dari kalangan pemuda muslim, sekitar 99% tidak mau makan daging babi. Selain itu, bertambahnya orang yang masuk Islam setiap hari dari warga asli Perancis, karena mereka melihat keadilan Islam yang disiarkan melalui radio. Jumlah populasi umat Islam di Perancis lebih dari 6 juta orang, 10% dari total jumlah penduduk Perancis. Mereka mempunyai jumlah suara dalam pemilu sebesar 1,8 Juta suara. Mereka berasal dari 53 negara yang berbeda, dan 21 bahasa yang berbeda. Keturunan Al Jazair termasuk yang paling dominan.
Sebuah kajian memprediksikan bahwa jumlah umat Islam akan semakin bertambah tiga kali lipat sampai tahun 2020 mencapai sekitar 20 juta warga muslim, disebabkan populasi mereka yang cepat dan besar, banyak pendatang muslim dan juga banyak warga asli yang masuk Islam. Oleh karena itu, warga muslim di sana tidak bisa diremehkan dan tidak mungkin diabaikan, lebih khusus mereka mewakili 17% dari pekerja di militer Perancis.
Faktanya, para imigran yang mempunyai andil dalam penyebaran islam di Perancis kebanyakan berasal dari negara-negara jajahan Perancis yang mayoritas muslim yaitu Aljazair, Maroko dan Tunisia
Pada bulan September lalu umat Islam patut bersyukur. Sebuah departemen baru dengan nama “L’art Islam” telah diresmikan menjadi salah satu departemen di Musee Du Louvre, museum terbesar dan bergengsi di Perancis, bahkan mungkin di dunia. Tidak tanggung-tanggung, yang meresmikanpun orang no 1 Perancis, yaitu presiden François Hollande yang dalam pidato sambutannya sangat menghargai Islam yang diakuinya pernah menjadi kiblat Barat di masa lalu.
Berbagai peninggalan seni di pamerkan di museum ini. Potongan-potongan kaligrafi, bejana, piring, vas, karpet dan lain-lain memenuhi ruangan yang di beri atap bergelombang indah ini. Tak ketinggalan sejarah penyebaran Islam juga dipaparkan melalui video dan skema.
Berbagai model tulisan “Bismillahi Rahmani Rahim” dalam huruf-huruf Arab muncul bergantian melalui video, menghiasi dinding di sisi tangga. Demikian pula cara membaca huruf-huruf Arab dalam Al-Quran.
Meski pada kenyataannya isi departemen seni Islam ini agak janggal. Karena sebagian besar peninggalan seni yang diperlihatkan dan dipamerkan di museum tersebut adalah keramik berbagai bentuk dengan hiasan gambar-gambar mahluk hidup. Padahal kita tahu bahwa Islam melarang penggambaran seperti itu. Banyak hadist yang menerangkan hal ini, diantaranya adalah:
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Siapa yang membuat satu gambar di dunia, dia dibebani (disuruh) untuk meniupkan ruh pada gambar itu dan ia bukan peniupnya(tidak akan mampu meniup ruh untuk menghidupkan gambar tsb, red)”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Bahkan potongan-potongan patung kepala mirip yang sering ada di candi dan pura Budha dan Hindupun banyak dipajang di museum ini. Jelas, tempat ini bukan tempat yang tepat untuk belajar tentang Islam yang benar. Sama dengan tidak benarnya melihat Islam hanya dari pemeluknya, terutama bila pemeluk tersebut tidak mengerti ajarannya sendiri.
Namun bagi orang yang mau berpikir jernih, bagaimanapun keberadaan departemen baru ini pasti akan membuka mata mereka, bahwa Islam sangat patut untuk dipelajari.
“ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS.Al-Alaq(96):1-5).
Tampaknya isu yang berkembang bahwa perlunya dibangun sekitar 700 ‘masjid’ di Perancis agar kaum Muslimin mengggunakan hak pilihnya benar-benar didengar, dan tentu saja, atas izin-Nya, Perancis telah memiliki pemimpin baru yang diharapkan lebih ‘menjanjikan’’. Sekedar info, Perancis saat ini memang dikabarkan telah memiliki ribuan masjid. Namun sebenarnya masjid tersebut kalau di tanah air kita hanya patut disebut musholla atau langgar. Masjid sebagaimana masjid yang kita kenal dapat dihitung dengan jari tangan.
Contohnya adalah ‘masjid’ di jalan Myrha di Paris 18. Di sekitar masjid ini ada masjid lain yang berdiri tidak begitu berjauhan. Sejak beberapa tahun belakangan, kedua masjid kecil ini tidak mampu memuat umat Islam yang ingin mendirikan kewajiban shalat Jumat. Akibatnya jamaahpun tumpah ruah ke jalan-jalan di antara dua masjid tersebut.
Ini yang akhirnya membuat pemerintah mengeluarkan larangan shalat di jalanan. Sebagai gantinya pemerintah menawarkan sebuah bekas gudang besar untuk digunakan shalat Jumat. Sayangnya, lokasi yang ditawarkan tersebut jauh dari tempat tinggal Muslim di daerah Paris 18 ini. Demikian pula, masjid Agung Paris atau Grande Mosquee de Paris yang terletak di Paris 5.
Tak dapat dipungkiri, perkembangan Islam di Perancis memang sangat pesat. Sama sekali tidak sebanding dengan jumlah masjid yang ada. Masjid sebagai rumah ibadah jelas merupakan kebutuhan yang tak dapat diabaikan. Dengan alasan laicite, pemerintah tidak boleh memberikan bantuan keuangan untuk pembangunan peribadatan agama apapun. Untuk itu kaum Muslimin harus mencari dana sendiri.
Itu sebabnya, setiap Jumat selalu ada himbauan dari masjid agar kaum Muslimin mau mengulurkan tangan. Suami saya menceritakan, di ‘masjid tenda’ tempat ia biasa mendirikan shalat, selalu ada saja jamaah yang menginfakkan dana yang sangat besar untuk pembangunan masjid ini. Tidak tanggung-tanggung, 1000 euro per orang.
Namun demikian, tetap saja membangun masjid bukan hal semudah membalik tangan. Grand Mosque di Toulouse adalah salah satu contohnya. Sejak 2 tahun lalu masjid ini sebenarnya tinggal menanti finishing setelah 5 tahun pembangunan yang tersendat-sendat.
Menurut seorang pemilik restoran Indonesia di kota tersebut, penduduk setempat tidak mengizinkan adanya masjid di lingkungan mereka. Akibatnya masjidpun tetap dalam keadaan demikian. Tertutup bedeng tinggi menunggu dimakan rayap, Padahal masjid itu dibangun tidak jauh dari lokasi masjid lama yang terselip di antara pemukiman. Sementara sekitar 2000 hingga 2500 jamaah Jumat mengantri untuk shalat di depan masjid kecil yang hanya mampu memuat 5 % dari jamaah tersebut.
Lain lagi halnya dengan Masjid Agung Strasburg. Masjid ini baru terealisasi setelah 20 tahun lamanya menjadi proyek dan wacana. Bulan September lalu masjid yang saat ini menjadi masjid terbesar di Perancis ini memperingati satu tahun hari jadinya. Hebatnya, Manuel Valls, mentri dalam negri dan kebudayaan Perancis, hadir dalam acara tersebut.
Namun, lagi-lagi FN ( Front Nasional) partai politik pimpinan ayah dan anak Mari dan Marine Le Pen, tokoh yang dikenal sangat memusuhi Islam, mencoba mengangkat dan mempermasalahkan sumber dana yang digunakan masjid tersebut. 25 % dana pembangunan masjid adalah hasil infak umat Islam setempat. Sedangkan sisanya adalah bantuan dari pemerintah Maroko, Arab Saudi dan Kuwait.
Ini yang dijadikan masalah, menurut Marine, dana bantuan yang diterima dari luar negri adalah bentuk campur tangan dan tekanan terhadap negara. Apalagi dana bantuan tersebut digunakan untuk pembangunan rumah ibadah. “ Ini adalah pengkhianatan terselubung terhadap prinsip negara yang sekuler “ , katanya. Namun Valls menolak pernyataan tersebut. “ Marine Le Pen tidak berhak sesumbar mendifinisikan apa itu sekuler. Ini adalah provokasi”, ujar menteri dalam negri tersebut.
Bukan Marine Le Pen namanya kalau ia lalu surut menghadapi tanggapan negative sang mentri. Beberapa minggu kemudian, tersebar kabar bahwa masjid yang sedang dibangun di kota Poitiers di duduki oleh sekelompok orang. Poitiers terletak di 340 km selatan Paris. Mudah ditebak, mereka adalah dari kelompok Le Pen. Lebih mengesalkan lagi, orang-orang ini berdiri di atap masjid yang belum selesai dibangun itu sambil membentangkan spanduk raksasa bertuliskan Charles Martel . Charles Martel adalah tokoh terkemuka Perancis, kakek Charlemagne salah seorang raja Perancis, yang dianggap sebagai pahlawan besar karena keberhasilannya menghentikan penyebaran Islam ke pelosok Eropa, Perancis khususnya. Peristiwa pahit ini terjadi pada tahun 732 M.
Dengan demikian, pro kontra terhadap kemajuan islam di negeri menara eifel tersebut akan terus bergulir seiring dengan berbagai polemik yang muncul. Maka, peran para cendekiawan muda dan persatuan umat muslim di sana sangat penting untuk terus melanjutkan dakwah islam di tengah sengitnya berbagai pro kontra yang ada.
-Dani Fitriani-
Komentar
Posting Komentar