BAGI seorang Muslim, iman adalah segalanya.Iman adalah aset paling berharga dan menjadi kriteria pertama diterima atau tidaknya praktek di hadapan Allah SWT. Akan tetapi, sebagaimana lazimnya setiap aset berharga di dunia ini, ia selalu terancam bahaya. Banyak pihak yang mengintai dan ingin mencurinya. Maka tidak sedikit orang yang imannya lenyap, lalu mati dalam keadaan tidak memilikinya lagi. Tentu kita tidak ingin mengalaminya. Tetapi bagaimana menjaga iman agar tidak hilang? Dalam al-Qur `an, ketiadaan iman disebut juga dengan ketersesatan (Dhalal). Dan, pada dasarnya tidak ada manusia yang disesatkan Allah, kecuali orang-orang yang fasik. Dengan kata lain, bila manusia telah menjadi fasik, ia pasti akan tersesat. Allah berfirman; الذين ينقضون عهد الله من بعد ميثاقه ويقطعون ما أمر الله به أن يوصل ويفسدون في الأرض أولئك هم الخاسرون
"... Dan, tidak ada yang disesatkan dengannya kecuali orang-orang yang fasik. (Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya, dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi. " (QS: Al-Baqarah [2]: 27). Menurut Imam Ibnu Jarir ath-Thabari, ayat di atas menunjukkan bahwa tidak ada yang disesatkan kecuali orang-orang yang meninggalkan ketaatan kepada Allah, tidak mau menuruti perintah maupun larangan-Nya, dan melanggar perjanjian yang telah Allah buat dengan mereka.Dalam Tafsir Zadul Masir dinyatakan, di antara sifat orang fasik adalah melanggar isi al-Qur `an, memutuskan hubungan silaturrahim, dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan. Jelas bahwa kefasikan adalah kondisi ketika seseorang menelantarkan imannya, memperturutkan hawa nafsu, dan tidak mempedulikan hukum-hukum Allah. Ketika itulah imannya menjadi rapuh, lalu setan merampasnya. Maka, dalam al-Fiqh al-Akbar, Imam Abu Hanifah berkata, "Tidak bisa kita katakan bahwa setan merampas iman dari hati seorang hamba yang mukmin secara paksa dan sewenang-wenang. Namun, kita katakan bahwa seorang hamba itu meninggalkan imannya sehingga pada saat itulah setan merampasnya. " Dalam kitabIhya '' Ulumuddin Imam al-Ghazali menyatakan, keimanan sangat mudah goyah pada awal mula pertumbuhannya, apalagi di kalangan anak kecil dan kaum awam. Oleh karenanya iman harus selalu diperkokoh.Selanjutnya ia berkata, "Jalan untuk menguatkan dan meneguhkan iman bukanlah dengan mempelajari keterampilan berdebat dan teologi (ilmu kalam), akan tetapi dengan (1) menyibukkan diri membaca al-Qur` an berikut tafsirnya, (2) membaca Hadits disertai maknanya, dan ( 3) menyibukkan diri dengan mengerjakan berbagai tugas ibadah. Dengan demikian kepercayaan senantiasa bertambah kokoh oleh dalil dan hujjah al-Qur `an yang mengetuk pendengarannya, juga oleh dukungan Hadits-hadits beserta faidahnya yang ia temukan, kemudian oleh pendar cahaya ibadah dan tugas-tugasnya. Hal itu juga diiringi dengan (4) menyaksikan kehidupan orang-orang shalih, bergaul dengan mereka, memperhatikan tindak-tanduk mereka, mendengarkan petuah-petuah mereka, juga melihat perilaku mereka dalam ketundukannya kepada Allah, rasa takut mereka kepada-Nya, serta kemantapan mereka kepada-Nya. " Imam al-Ghazali kemudian mengibaratkan awal mula keimanan dengan menabur benih, sementara seluruh amal tersebut di atas merupakan upaya menyiram dan merawatnya.
Sampai akhirnya ia tumbuh berkembang, menjadi kuat dan meningkat sebagai pohon yang baik dan kokoh, akarnya teguh sedangkan cabang-cabangnya menjulang ke angkasa. Kelak buahnya pasti lebat dan menguntungkan, dengan seizin Allah. Pernyataan diatas dapat kita pahami pula dari sisi sebaliknya. Bahwa, ketika seseorang mulai menjauh dari Al-Qur `an, tidak mengenal Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, kocar-kacir ibadahnya, dan memiliki lingkungan maupun teman bergaul yang rusak, berarti ia tengah menelantarkan imannya. Maka, bisa jadi, seperti kata Imam Abu Hanifah, setan pun akan merampasnya. Na'udzu billah! Bila seseorang menjauhi al-Qur `an dan Hadits, maka akar-akar iman di hatinya pun mulai goyah. Rasulullah bersabda, "Sungguh telah aku tinggalkan di tengah-tengah kalian - selama kalian selalu berpegang teguh kepadanya - maka kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." (Riwayat al-Hakim dari Ibnu 'Abbas. Hadits shahih).Bila tugas-tugas ibadahnya berantakan dan ia lalaikan, maka Allah pun akan mengacaukan hati dan kehidupannya, sampai terasa sempit dan menggelisahkan. Allah berfirman, "Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS: Thaha [20]: 124). Bila hanya ada orang-orang jahat di sekitarnya , maka masing-masing hanya peduli pada urusan perut dan syahwat, lalu satu sama lain akan menghalangi dari akhirat. Dikisahkan oleh al-Hafizh Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab al-Ikhwan, bahwa 'Atha' al-Khurasani pernah bertanya kepada Muhammad bin Wasi ', "Amal apa yang paling utama di dunia ini?" Dijawab, "Menemani teman dan berbicara dengan saudara, ketika mereka saling bersahabat pada kebajikan dan taqwa." Ia melanjutkan, "Ketika itulah Allah akan menghadirkan kemanisan di antara mereka, sehingga mereka terhubung dan saling menghubungkan hubungan. Tidak ada kebaikan dalam menemani teman dan berbicara dengan saudara jika mereka menjadi budak dari perutnya masing-masing, sebab jika mereka seperti ini maka satu sama lain akan saling menghalangi dari akhirat. " Oleh karenanya Allah mengajari kita sebuah doa agar iman dan hidayah senantiasa tertanam di hati dan tidak dilenyapkan-Nya. ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب
"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia)." (QS: Ali 'Imran [3]: 8 ). Dari Anas Radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu' alaihi wasallam banyak mengucapkan doa: يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu."
Anas Radhiallahu 'anhu berkata, "Maka kami (para sahabat) bertanya,' Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada wahyu yang engkau bawa, maka apakah engkau masih mengkhawatirkan kami? 'Beliau menjawab, 'Ya, sesungguhnya hati itu berada di antara jari-jari Allah 'Azza wa Jalla, Dialah yang membolak-balikkannya'. "* / M.Alimin Mukhtar, guru di Ar-Rahmah Boarding School, Pesantren Hidayatullah Malang
Red: Cholis Akbar
Komentar
Posting Komentar