Masalah berat badan yang meningkat selalu dikaitkan dengan pola makan, terutama pada pilihan menu dan porsi makanan yang dikonsumsi. Namun ternyata di luar faktor tersebut ada pula hal-hal lain yang juga berpengaruh besar.
Oleh sebab itu jangan heran jika Anda merasa sudah memperbaiki pola makan namun berat badan tak juga turun, bisa jadi faktor lain tersebut yang menjadi biang keladi.
Lantas apa saja yang perlu Anda perhatikan jika ingin menurunkan berat badan? Berikut daftarnya, seperti telah dirangkum detikHealth dari berbagai sumber pada Rabu
1. Zat aditif buatan
Penelitian yang dilakukan oleh Georgia State University menemukan bukti bahwa pengawet buatan yang digunakan dalam makanan olahan berhubungan dengan masalah metabolik, seperti intoleransi glukosa dan obesitas.
Para ilmuwan percaya bahwa dampak dari terlalu banyak mengonsumsi makanan dengan zat aditif tambahan berhubungan dengan perubahan bakteri usus. Ketika bahan kimia memecah lendir yang melapisi dan melindungi usus, bakteri tidak sehat bersentuhan dengan sel usus dan dapat memicu peradangan. Pada akhirnya, kondisi ini berujung pada perubahan metabolisme.
Ada baiknya Anda kini mulai teliti memilih bahan-bahan makanan atau camilan. Meskipun tampaknya sehat, namun jika di daftar komposisinya tertulis mengandung zat aditif seperti pengawet atau pewarna tambahan, maka dalam jangka panjang hal tersebut akan memengaruhi kesehatan secara negatif.
Para ilmuwan percaya bahwa dampak dari terlalu banyak mengonsumsi makanan dengan zat aditif tambahan berhubungan dengan perubahan bakteri usus. Ketika bahan kimia memecah lendir yang melapisi dan melindungi usus, bakteri tidak sehat bersentuhan dengan sel usus dan dapat memicu peradangan. Pada akhirnya, kondisi ini berujung pada perubahan metabolisme.
Ada baiknya Anda kini mulai teliti memilih bahan-bahan makanan atau camilan. Meskipun tampaknya sehat, namun jika di daftar komposisinya tertulis mengandung zat aditif seperti pengawet atau pewarna tambahan, maka dalam jangka panjang hal tersebut akan memengaruhi kesehatan secara negatif.
2. Kerja shift
Para peneliti dari University of Colorado di Boulder menemukan bahwa orang yang bekerja shift malam membakar lebih sedikit kalori selama periode 24-jam dibandingkan mereka yang bekerja dengan jam kerja normal.
Perbedaan pola ini dapat menyebabkan penambahan berat badan, bahkan tanpa peningkatan kalori. Dengan kata lain, ketika Anda 'mengganggu' ritme sirkadian tubuh, pola makan Anda pun bisa jadi berlebihan karena perlambatan metabolisme. Hal ini berhubungan dengan regulasi jam tubuh, bakteri usus, dan metabolisme.
Perbedaan pola ini dapat menyebabkan penambahan berat badan, bahkan tanpa peningkatan kalori. Dengan kata lain, ketika Anda 'mengganggu' ritme sirkadian tubuh, pola makan Anda pun bisa jadi berlebihan karena perlambatan metabolisme. Hal ini berhubungan dengan regulasi jam tubuh, bakteri usus, dan metabolisme.
3. Terus-menerus dikritik
Siapa bilang mengejek seseorang tak akan memberi pengaruh apa-apa pada tubuhnya? Peneliti dari University College London menemukan bahwa orang-orang yang mengalami diskriminasi atau kerap diejek akibat berat badannya, justru lebih berisiko untuk terus mengalami kenaikan berat badan.
Selain itu, menurut studi yang dilakukan peneliti di University of California Santa Barbara, iklan program penurunan berat badan bisa berpotensi menjadi bumerang pada remaja yang menjadi target utama program kampanye hidup sehat seperti itu.
"Pada iklan tersebut umumnya terdapat stigma di mana orang obesitas erat dengan ciri-ciri gemuk, malas, lemah, dan berkontribusi pada bertambahnya biaya kesehatan," tutur salah satu penulis studi, Jeffrey Hunger.
Ia dan timnya menemukan bahwa stigma pada orang gemuk justru membuat si konsumen iklan merespons dengan tindakan yang bisa berkontribusi untuk menambah berat badannya. Misalnya saja pada wanita yang diamati, mereka bisa lebih banyak mengonsumsi junk food ketika disodori iklan orang yang obesitas mengonsumsi makanan tinggi kalori.
Selain itu, menurut studi yang dilakukan peneliti di University of California Santa Barbara, iklan program penurunan berat badan bisa berpotensi menjadi bumerang pada remaja yang menjadi target utama program kampanye hidup sehat seperti itu.
"Pada iklan tersebut umumnya terdapat stigma di mana orang obesitas erat dengan ciri-ciri gemuk, malas, lemah, dan berkontribusi pada bertambahnya biaya kesehatan," tutur salah satu penulis studi, Jeffrey Hunger.
Ia dan timnya menemukan bahwa stigma pada orang gemuk justru membuat si konsumen iklan merespons dengan tindakan yang bisa berkontribusi untuk menambah berat badannya. Misalnya saja pada wanita yang diamati, mereka bisa lebih banyak mengonsumsi junk food ketika disodori iklan orang yang obesitas mengonsumsi makanan tinggi kalori.
4. Paparan bahan kimia lingkungan
Studi University of New Hampshire menemukan bahwa bahan-bahan kimia yang ditemukan dalam lingkungan sekitar, termasuk furnitur, karpet, hingga alat elektronik memicu metabolisme dan masalah pada jantung yang dapat menyebabkan resistensi insulin, yakni penyebab utama obesitas.
Dalam penelitiannya, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, tikus yang terkena bahan kimia ini mengalami perubahan fisiologis yang dramatis. Hanya dalam satu bulan, kadar enzim yang bertanggung jawab untuk metabolisme gula dan lemak dalam tubuhnya turun hampir 50 persen.
Dalam penelitiannya, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, tikus yang terkena bahan kimia ini mengalami perubahan fisiologis yang dramatis. Hanya dalam satu bulan, kadar enzim yang bertanggung jawab untuk metabolisme gula dan lemak dalam tubuhnya turun hampir 50 persen.
5. Genetika
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa jenis bakteri yang hidup dalam sistem pencernaan Anda juga dipengaruhi oleh genetika. Ini dianggap sebagai penemuan penting sebab bakteri usus memiliki keterkaitan erat dengan pengendalian berat badan.
Para ilmuwan di King's College London menemukan bahwa kembar identik memiliki jumlah yang sama jenis tertentu bakteri usus, dibandingkan dengan kembar non-identik. Hal ini menunjukkan bahwa gen sangat memengaruhi bakteri, karena kembar identik berbagi 100 persen gen mereka, sementara kembar non-identik berbagi sekitar 50 persen gen mereka.
Anda memang tidak dapat mengubah gen Anda, tapi ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa bakteri usus yang baik dapat diubah. Strateginya, hindari makanan buatan dan olahan. Perbanyak konsumsi makanan utuh dan alami seperti sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, kacang-kacangan dan lentil.
Para ilmuwan di King's College London menemukan bahwa kembar identik memiliki jumlah yang sama jenis tertentu bakteri usus, dibandingkan dengan kembar non-identik. Hal ini menunjukkan bahwa gen sangat memengaruhi bakteri, karena kembar identik berbagi 100 persen gen mereka, sementara kembar non-identik berbagi sekitar 50 persen gen mereka.
Anda memang tidak dapat mengubah gen Anda, tapi ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa bakteri usus yang baik dapat diubah. Strateginya, hindari makanan buatan dan olahan. Perbanyak konsumsi makanan utuh dan alami seperti sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, kacang-kacangan dan lentil.
Komentar
Posting Komentar