Kegagahan Pasukan Infantri di Masa Rasulullah dan Khulafaurrasyiddin


Lokasi Perang Badar (ilustrasi)

,Semua anggota pasukan perang di masa Rasulullah dan Khulafaurrasyiddin adalah orang Islam dari seluruh bangsa dan suku. Pasukan itu dipimpin oleh seorang komandan  dan panglima tertinggi (amir).
Khalifah di Madinah menyerahkan otoritasnya kepada para jenderalnya. Pada tahap-tahap awal, jenderal yang menaklukkan wilayah tertentu juga bertindak sebagai imam shalat dan hakim.

Al-Baladhuri mengisahkan bahwa Khalifah Umar mengangkat qadhi (hakim) untuk wilayah Damaskus, Yordania, Himsh, dan Qinnasrin. Jika memang demikian, maka dia adalah khalifah pertama yang membentuk lembaga kehakiman.

Pengelompokan pasukan menjadi pasukan inti, dengan dua sayap mengapit di depan dan di belakang, telah dikenal sejak masa Nabi, bukan berasal dari Bizantium atau Sasaniyah. Khamis (yang lima) adalah istilah yang digunakan untuk satuan militer ini. Pasukan berkuda ditempatkan berada di kedua sayap.

Dalam pengelompokan itu, kesatuan yang terdiri atas suku-suku Arab dijadikan sebagi pasukan cadangan. Masing-masing suku memiliki ciri yang berbeda, misalnya secarik kain yang dilekatkan di ujung tombak yang dibawa oleh orang yang paling berani di antara mereka.

Diriwayatkan bahwa panji-panji perang Nabi bergambar uqub (burung elang). Pasukan infanteri bersenjatakan busur dan panah, ketapel, ada juga yang melengkapi diri dengan perisai dan pedang. Pedang itu dimasukkan ke dalam sarungnya yang menjuntai di pundak sebelah kanan.
Harbah (pelontar) sebagai salah satu alat perang, diperkenalkan dari Abissinia.

Senjata utama pasukan Muslim yang berkuda di masa Nabi dan Khulafaurrasyidin adalah rumh (tombak panjang) bergagangnya. Atau dikenal dalam literatur Arab sebagai khaththi, diilhami oleh ketokohan al-Khaththi. Ia pengembara dari wilayah pesisir di Bahrain yang pertama menanam dari India.

Di samping busur dan panah, tombak merupakan senjata nasional Arab. Pedang yang terbaik adalah pedang buatan India, sehingga sering disebut hindi. Perlengkapan perlindungan meliputi baju zirah dan perisai. Baju pelindung pasukan Arab lebih ringan dibanding baju pelindung pasukan Bizantium.

Formasi tempur yang digunakan oleh tentara Arab-Muslim masih primitif, yaitu dalam bentuk melintang atau membujur dan berkelompok. Pertempuran dimulai secara individu yang dilakukan oleh para ksatria yang maju keluar dari barisan dan menyampaikan tantangan.

Prajurit Arab menerima bayaran yang lebih tinggi dari pada prajurit Persia atau Bizantium, dan menerima rampasan perang dalam jumlah tertentu.
Keprajuritan bukan hanya profesi paling mulia dan membanggakan di mata Allah, tapi juga paling menguntungkan. Kekuatan pasukan Arab Muslia bukan terletak pada keunggulan senjatanya atau kehebatan organisasinya tapi pada semangat moralnya yang lebih tinggi.

Dalam hal ini, agama bisa dipastikan telah memainkan peranan yang penting  untuk membentuk daya tahan mereka, ciri khas orang-orang padang pasir dan mobilitas yang tinggi, terutama didukung oleh unta yang menjadi sarana tranportasi yang evektif di padang pasir.
Senjata utama pasukan Muslim yang berkuda di masa Nabi dan Khulafaurrasyidin adalah rumh (tombak panjang) bergagangnya. Atau dikenal dalam literatur Arab sebagai khaththi, diilhami oleh ketokohan al-Khaththi. Ia pengembara dari wilayah pesisir di Bahrain yang pertama menanam dari India.

Di samping busur dan panah, tombak merupakan senjata nasional Arab. Pedang yang terbaik adalah pedang buatan India, sehingga sering disebut hindi. Perlengkapan perlindungan meliputi baju zirah dan perisai. Baju pelindung pasukan Arab lebih ringan dibanding baju pelindung pasukan Bizantium.

Formasi tempur yang digunakan oleh tentara Arab-Muslim masih primitif, yaitu dalam bentuk melintang atau membujur dan berkelompok. Pertempuran dimulai secara individu yang dilakukan oleh para ksatria yang maju keluar dari barisan dan menyampaikan tantangan.
Prajurit Arab menerima bayaran yang lebih tinggi dari pada prajurit Persia atau Bizantium, dan menerima rampasan perang dalam jumlah tertentu.

Keprajuritan bukan hanya profesi paling mulia dan membanggakan di mata Allah, tapi juga paling menguntungkan. Kekuatan pasukan Arab Muslia bukan terletak pada keunggulan senjatanya atau kehebatan organisasinya tapi pada semangat moralnya yang lebih tinggi.

Dalam hal ini, agama bisa dipastikan telah memainkan peranan yang penting  untuk membentuk daya tahan mereka, ciri khas orang-orang padang pasir dan mobilitas yang tinggi, terutama didukung oleh unta yang menjadi sarana tranportasi yang evektif di padang pasir.

Komentar