KISAH PRIA PEMBERANI YANG MENYADARKAN WANITA PEZINA



ilustrasi @syaamilquran
ilustrasi @syaamilquran
“Ayo,Mas,” ucap wanita yang sudah bersiap di tempatnya itu.
Sosok yang diajaknya hanya diam, sembari memunggungi posisi wantia itu. Tatapannya lurus ke arah pintu kamar, ia berujar, “Kenakan pakaianmu. Aku ke sini bukan untuk melakukan ‘itu’,” mulainya menerangkan. Lanjutnya mengagetkan, “Aku hanya ingin mengajakmu berdiskusi.”
Maka oleh pengajak, dipakailah lagi busana yang memang tak seharusnya ditanggalkan di depan lelaki lain itu. Batinnya bergejolak. Ada malu menggelayut yang bergumul dengan entah. Ia pun sama sekali tak bisa mengenali tamunya; nyata ‘belang’ di hidungnya ataukah sosok baik-baik saja.
Selepas rapi tertutup auratnya, ia berhadapan dengan lelaki pemberani itu. Tak berani menatap, ia bertanya, “Semua yang datang sebagian besarnya menginginkan ‘itu’. Maka, aku lakukan sebagaimana biasanya.”
Diskusi pun berlanjut, hingga entah jam berapa.
Keesokan harinya, lelaki berani yang nyatanya hanya tamatan sebuah sekolah menengah kejuruan itu mengisahkan kepada temannya yang seorang penulis. Lugas ia berkisah. Hampir tidak ada yang ditutupi sebab memang seharusnya dibuka faktanya.
Ujar lelaki itu kepada sahabatnya, “Jadi, tidak semua wanita yang terjerumus sengaja memilih jalan hidup murahan itu,” lanjutnya menjelaskan, “ada diantara mereka yang sakit hati karena dihamili pacarnya, terbelit hutang dalam jumlah yang banyak,” kemudian, “ada juga faktor lainnya,” akhirnya menerangkan.
“Ketika aku menyampaikan alternatif pekerjaan yang mungkin bisa mereka lakukan, kebanyakannya bengong karena banyak hal,” sembari menerawang, ia menuturkan semakin rinci. Kemudian, kepada wanita yang dikisahkan itu, ia berkata spontan, “Memang kamu sudah mencoba usaha selain ini? Berdagang, mungkin?!”
Perbincangan itu pun usai setelah itu. Ia nan pemberani sama sekali tak merasa suci atau terlalu kuat pertahanan keimananya. Ia hanya ikuti maunya untuk melihat realita yang sebenarnya. Pasalnya, masalah ini seringkali hanya dilihat dari permukaan sesuai dengan apa yang diwartakan media. Padahal, ada hanya banyak hal yang berkelindan dan harus disinergikan jika menghendaki solusi.
Maka beruntunglah lelaki itu, semoga. Sebab, ketika dalam kesempatan lain ia kembali ke tempat itu dan berniat menemui wanita yang dulu diajaknya berdiskusi, lelaki yang piawai dalam kerja dan sedikit teori ini berkata, “Aku beruntung,” ada apakah gerangan? “karena tak kudapati lagi wanita itu di tempatnya semula.”
Semoga diskusi dengan lelaki itulah yang menyadarkan pelacur ini. Dan ketidakberadaannya di tempat menjijikan itu, semoga karena ia menginsafi salahnya dan berniat untuk menjadi lebih baik. Semoga. [Pirman]
*Intrepetasi dari salah satu artikel di buku Tong Kosong Indonesia Bunyinya

Komentar