Atha’ bin Yasar dan Sulaiman bin Yasar adalah dua tabi’in bersaudara. Suatu ketika, bersama rombongan, mereka keluar dari Madinah untuk menunaikan ibadah haji.
Setibanya di Abwa’, Sulaiman dan rombongan yang lain meninggalkan Atha’ seorang diri di tenda. Tiba-tiba, seorang wanita yang sangat cantik mendatanginya. Atha’ mengira, wanita tersebut ada keperluan penting dan butuh bantuan.
“Adakah sesuatu yang bisa kubantu?” tanya Atha’ kepada wanita tersebut.
“Iya”
“Apa itu?”
“Suamiku telah lama meninggal dunia. Aku sudah lama tidak merasakan nafkah batin sebagaimana yang dulu kurasakan saat bersamanya. Maukah kau menemaniku bercinta?” mendengar ajakan ini, bukan kepalang kagetnya Atha’.
“Keluarlah dari sini. Jangan kau jerumuskan aku ke neraka!” kata Atha’ dengan nada keras.
“Iya”
“Apa itu?”
“Suamiku telah lama meninggal dunia. Aku sudah lama tidak merasakan nafkah batin sebagaimana yang dulu kurasakan saat bersamanya. Maukah kau menemaniku bercinta?” mendengar ajakan ini, bukan kepalang kagetnya Atha’.
“Keluarlah dari sini. Jangan kau jerumuskan aku ke neraka!” kata Atha’ dengan nada keras.
Wanita cantik itu tak juga mau keluar. Ia terus merayu Atha’ untuk memenuhi ajakannya. Atha’ pun terus menolaknya.
Mendapati wanita cantik itu tak juga mau keluar meskipun Atha’ menolak dengan segala cara, Atha’ pun kemudian menangis. Sejadi-jadinya. Mendengar tangisan Atha’ yang semakin pilu, melihat air matanya yang bercucuran, wanita cantik itupun kemudian merasa iba. Dan entah kenapa tiba-tiba hilang hasratnya dan ia pun turut menangis.
Tak lama kemudian, Sulaiman masuk ke tenda. Mendapati kakaknya menangis sedih, dan ada wanita yang menangis pula, Sulaiman juga turut menangis. Ia merasa perlu ikut bersedih. Teman-teman serombongan juga mulai berdatangan ke tenda. Melihat Atha’ dan Sulaiman, mereka pun ikut menangis.
Mendengar banyak suara tangisan, wanita cantik itu sadar bahwa di dalam tenda kini telah banyak orang. Dan semuanya menangis. Ia pun lantas pergi meninggalkan tenda itu. Sementara Sulaiman, karena hormatnya pada Atha’, ia tidak berani menanyakan mengapa kakaknya tersebut menangis.
Hari demi hari berlalu. Musim haji telah lewat. Bahkan tahun pun berganti. Atha’ dan Sulaiman bepergian ke Mesir. Saat mereka bermalam, Atha’ terbangun di tengah malam sambil menangis.
“Mengapa engkau menangis, kak?” tanya Sulaiman yang terbangun mendengar tangisan kakaknya.
“Aku bermimpi sesuatu.”
“Bermimpi apa?”
“Aku minta kau tidak menceritakannya pada siapapun selagi aku masih hidup. Aku bermimpi bertemu Nabi Yusuf. Dalam mimpi itu aku menangis. Lalu Nabi Yusuf menyapaku, ‘mengapa engkau menangis?’ Aku menjawab, ‘Aku teringat kisahmu, saat engkau digoda istri Al Aziz (Zulaikha), engkau menolaknya. Hingga engkaupun dipenjara akibat peristiwa itu. Mengingat itu, aku menangis. Sungguh aku sangat kagum dengan kesabaranmu’ Lalu Nabi Yusuf menjawab, ‘Apakah engkau tidak kagum dengan seseorang yang menolak rayuan wanita cantik saat berada di Abwa?’ Kucoba mengingat-ingat. Ternyata yang dimaksudkan Nabi Yusuf itu adalah aku. Di saat itulah aku terbangun sambil menangis.”
“Peristiwa Abwa’ bagaimana wahai kakak?”
“Kau ingat, waktu dulu kita berangkat haji? Kita beristirahat di Abwa, lalu engkau dan teman-teman meninggalkanku seorang diri di tenda. Saat itulah datang seorang wanita cantik menggodaku…”
“Aku bermimpi sesuatu.”
“Bermimpi apa?”
“Aku minta kau tidak menceritakannya pada siapapun selagi aku masih hidup. Aku bermimpi bertemu Nabi Yusuf. Dalam mimpi itu aku menangis. Lalu Nabi Yusuf menyapaku, ‘mengapa engkau menangis?’ Aku menjawab, ‘Aku teringat kisahmu, saat engkau digoda istri Al Aziz (Zulaikha), engkau menolaknya. Hingga engkaupun dipenjara akibat peristiwa itu. Mengingat itu, aku menangis. Sungguh aku sangat kagum dengan kesabaranmu’ Lalu Nabi Yusuf menjawab, ‘Apakah engkau tidak kagum dengan seseorang yang menolak rayuan wanita cantik saat berada di Abwa?’ Kucoba mengingat-ingat. Ternyata yang dimaksudkan Nabi Yusuf itu adalah aku. Di saat itulah aku terbangun sambil menangis.”
“Peristiwa Abwa’ bagaimana wahai kakak?”
“Kau ingat, waktu dulu kita berangkat haji? Kita beristirahat di Abwa, lalu engkau dan teman-teman meninggalkanku seorang diri di tenda. Saat itulah datang seorang wanita cantik menggodaku…”
Atha’ menceritakan semuanya kepada Sulaiman. Dan Sulaiman pun menepati janjinya. Kisah ini tidak diceritakannya kepada siapapun hingga Atha’ wafat. [Tim Redaksi Kisahikmah.com]
*Disarikan dari Min Rawa’i Tarikhina (Golden Stories; Kisah-kisah Indah dalam Sejarah Islam) karya Mahmud Musthafa Sa’ad dan Nashir Abu Amir Al Humaidi
Komentar
Posting Komentar