Dan Allah Ta’ala memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Qs al-Baqarah [2]: 212]
Al-Hafizh Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, “Allah Ta’ala memberikan rezeki kepada siapa saja yang Dia Kehendaki dari hamba-hamba-Nya, dan menganugerahkan karunia yang melimpah tanpa batas yang tidak dapat dihitung, baik di dunia maupun di akhirat.”
Rezeki erat kaitannya dengan kualitas kedekatan seseorang dengan Allah Ta’ala. Bukan bermakna mereka yang dekat dengan Allah Ta’ala pasti dilimpahi rezeki berupa materi, sebab banyak pula orang-orang bertaqwa yang diberi ujian berupa kekurangan harta.
Namun, kekurangan tersebut tidak pernah membuat mereka risau, sebab mengetahui hakikat harta secara khusus dan kehidupan secara umum. Maka orang beriman akan merasa cukup dengan seberapa pun karunia yang Allah Ta’ala berikan.
Kemudian, mereka akan bersyukur saat diberi nikmat dan bersabar saat ditimpa musibah. Dua hal inilah yang kelak menjadi pintu kebaikan bagi orang-orang beriman; dan mereka tidak akan pernah risau untuk menggunakan yang mana saja dari keduanya.
“Hai anak Adam,” firman Allah Ta’ala dalam sebuah hadits Qudsi, “berinfaqlah.” Sebab dengan memberikan infaq, Allah Ta’ala berjanji, “Niscaya Aku memberi limpahan rezeki kepadamu.”
Orang-orang yang berinfaq akan senantiasa didoakan oleh malaikat. “Turun dua malaikat dari langit setiap hari di waktu pagi. Yang satu berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah ganti (dari harta yang diinfaqkan) kepada orang dermawan.’ Sedangkan yang satunya berdoa, ‘Ya Allah, berilah kerusakan (pada hartanya) kepada orang-orang yang kikir.’”
Inilah jaminan Allah Ta’ala. Inilah sabda nabi-Nya yang mulia. Janji Allah Ta’ala adalah kalam yang paling pasti, dan mustahil diingkari. Sedangkan perkataan Nabi Muhammad adalah sebaik-baiknya petuah yang tidak terdapat cacat di dalamnya.
Maka orang-orang beriman adalah ia yang besar keyakinannya kepada Allah Ta’ala. Karenanya, ia tak pernah khawatir dengan taqdir. Mereka hanya berupaya sebaik mungkin dan bertawakkal setelahnya.
Maka mereka senantiasa berinfaq, bukan lantaran berharap balasan yang lebih banyak; melainkan meluruskan niat untuk melakukan perintah Allah Ta’ala dalam al-Qur’an dan menjejaki sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Selebihnya, mereka qona’ah terhadap hasil yang Allah Ta’ala kurniakan. [Pirman]
Komentar
Posting Komentar