PENGORBANAN ASMA’ BINTI ABU BAKAR KETIKA RASULULLAH DAN SANG AYAH HIJRAH



musafir di padang pasir - stonecontactdotcom
Sejarah dakwah Islam tidak hanya diwarnai oleh pengorbanan para shahabat. Pengorbanan para shahabiyat pun tak kalah hebat. Mereka menjadi teladan sepanjang masa bagi seluruh akhwat.
Di siang yang terik itu, Rasulullah bergegas memasuki rumah Abu Bakar. Bertamu di siang hari bukanlah kebiasaan orang Arab, maka Abu Bakar paham bahwa ada hal yang penting dan rahasia yang hendak disampaikan Rasulullah. Ya, ternyata ijin hijrah sudah turun dari langit.
Keduanya pun kemudian pergi meninggalkan Makkah, keesokan harinya, setelah rumah Rasulullah dikepung kafir Quraisy yang berencana membunuh beliau. Sengaja Rasulullah dan Abu Bakar tidak langsung pergi Madinah dengan menempuh jalur biasa, melainkan singgah dulu ke gua Tsur. Di sana kurang lebih tiga hari dua manusia termulia itu bersembunyi, sementara orang-orang kafir Quraisy yang gagal membunuh Rasulullah terus berupaya memburu beliau.
Saat Rasulullah dan Abu Bakar di gua Tsur itulah saat-saat pengorbanan Asma’ binti Abu Bakar. Ia yang tengah hamil mendapatkan amanah untuk membawakan makanan ke sana. Bayangkan, seorang wanita hamil, berjalan kaki tujuh Km, dengan jalan yang tidak selamanya datar. Ada jalan mendaki, ada jalan menurun ketika pulang. Total 14 Km sekali pulang pergi. Dengan resiko nyawa jika sampai ketahuan kafir Quraisy. Tetapi itu dilakukan oleh Asma’ binti Abu Bakar. Itulah pengorbanannya. Dan yang kemudian dicatat sejarah, saat itu ia tidak punya tali untuk mengangkut makanan untuk Rasulullah. Maka ia membelah selendangnya menjadi dua; satu sebagai selendang hamil dan satu untuk mengangkut makanan tersebut. Maka abadilah nama Asma’ binti Abu Bakar dengan gelar Dzatun Nithaqain; sang pemilik dua selendang.
Kisah pengorbanan Asma’ ini mungkin sering kita dengar. Tetapi, pengorbanan Asma’ bukan hanya itu. Ketika berada di rumahnya, Abu Jahal datang mencari kabar Abu Bakar.
“Di mana Muhammad dan ayahmu?” tanya Abu Jahal siang itu.
“Mengapa kau bertanya kepadaku? Sejak kapan seorang laki-laki Arab memberitahu kepada anaknya ke mana ia pergi. Bukankah Abu Bakar biasa berdagang ke banyak tempat tanpa memberitahuku?” mendengar jawaban ini Abu Jahal naik pitam.
“Di mana Muhammad dan ayahmu sekarang?”
“Bukankah sudah kujawab bahwa Abu Bakar bisa pergi ke mana saja. Apalagi Muhammad yang bukan ayahku,” jawab Asma’ membuat Abu Jahal tak tahan lagi.
“Plakkk!” pukulan keras mendarat di kepala Asma’ binti Abu Bakar. Darah mengalir dari kepala wanita mulia itu. Anting-antingnya lepas. Asma’ mengaduh. Entah bagaimana rasa sakit seorang wanita hamil yang menderita seperti itu. Tetapi ia berhasil menjaga sebuah rahasia besar, menjaga amniyah, menjaga keselamatan Rasulullah dan keberlangsungan dakwah.
Gagal mengorek keterangan, Abu Jahal pun pergi dengan kemarahan yang tak kunjung reda. Dan sejarah mendatatnya sebagai orang yang hina. Sebab sebengis-bengisnya orang Arab, belum pernah ada yang memukul kepala seorang wanita merdeka. Tetapi kali ini Abu Jahal menghinakan dirinya sendiri.
Selang beberapa pekan, setibanya Rasulullah dan Abu Bakar di Madinah, Asma’ pun menyusul hijrah. Dan perjalanan hijrah itu sendiri juga bagian dari perjuangan Asma’.
Untukmu para muslimah, untukmu para akhwat mujahidah dakwah…
Seperti kata Hasan Al Banna, di dunia ini tak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Perjuangan dakwah yang mencita-citakan surga, tentu membutuhkan pengorbanan besar dari para aktivisnya. Pengorbanan waktu, pengorbanan harta, pengorbanan fisik, bahkan pengorbanan nyawa. Dan Asma’ binti Abu Bakar telah memberikan contohnya. [Muchlisin BK/kisahikmah.com]

Komentar