Di antara fitnah kehidupan yang diujikan kepada seseorang adalah kekuasaan. Bermula dari keinginan menggebu-gebu untuk menggapainya, proses meraihnya, hingga tatkala berada di puncak kekuasaan.
Fir’aun adalah nama yang amat masyhur. Sezaman dengan Nabi Musa ‘alaihis sallam, Fir’aun melegenda sebab kesombongannya dalam berkuasa. Konyol sebenarnya; sebab ia mengaku sebagai Tuhan.
Kesombongan yang menjangkiti hatinya pun menyebabkannya berlaku zhalim. Sebab bernafsu mempertahankan kekuasaannya hingga akhir hayat, Fir’aun membunuh semua bayi laki-laki yang lahir dan membiarkan hidup bayi-bayi perempuan kaum Bani Israil.
Mengapa ia sebengis itu? Dari mana mulanya? Sebabnya adalah mimpi. Hanya karena mimpi, ia lakukan kezaliman besar-besaran kepada Bani Israil.
Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir, bahwa Fir’aun bermimpi melihat api yang keluar dari Baitul Maqdis dan memasuki rumah-rumah orang Qibti di Mesir, kecuali rumah Bani Israil. Oleh penafsir mimpinya, dikatakan bahwa kekuasaannya akan berakhir di tangan Bani Israil.
Dari kubu Bani Israil, terdapatlah laporan yang disampaikan oleh kerabatnya, bahwa mereka tengah menunggu kelahiran putra terbaiknya. Disebutkan, melalui bayi laki-laki itu, “Bani Israil akan meraih kekuasaan dan kedudukan yang tinggi.”
Maka setelah itu, Fir’aun yang kejam langsung memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki, membiarkan hidup bayi perempuan, dan mempekerjakan Bani Israil dengan pekerjaan yang berat lagi hina.
Terkait cara pembunuhan terhadap bayi laki-laki Bani Israil, sebagaimana disebutkan dalam tafsirnya, Ibnu Katsir mengatakan, “Mereka disiksa dengan penyembelihan anak laki-lakinya.”
Riwayat ini juga menafsirkan firman-Nya, “Dan mereka menyiksa kamu dengan siksaan yang pedih. Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan anak-anakmu yang perempuan agar tetap hidup.” (Qs. Ibrahim [14]: 6)
Sayangnya, makar yang dilakukan Fir’aun sia-sia belaka. Sebab Allah Ta’ala melahirkan Nabi Musa ‘alaihi salam yang justru dibesarkan di kerajaan Fir’aun sebagai anak angkat.
Di antara hikmahnya, bahwa sekuat, sehebat dan secanggih apa pun makar yang dilakukan untuk memadamkan cahaya dakwah, maka sesungguhnya ada Allah Ta’ala yang paling baik makar-Nya. Dialah Yang Mahakuasa dan senantiasa membela siapa saja yang teguh memperjuangkan dakwah di jalan-Nya. [Pirman]
Komentar
Posting Komentar