ULAMA KURUS MEMECAH BATU BESAR



ilustrasi memecah batu © wwftelltheworlddotcom
ilustrasi memecah batu © wwftelltheworlddotcom
Seorang pria bertubuh tinggi, besar dan gagah sedang berusaha memecah sebuah batu besar. Ia mulai memukul batu itu. Sekali, dua kali, tiga kali. Batu bergeming. Tak terlihat perubahan sama sekali, kecuali hanya terdengar suara tumbukan antara batu dan palu besi. Pria itu kembali memukul batu besar itu. Hingga akhirnya ia memutuskan berhenti saat pukulan keseratus tak juga berhasil memecah batu itu.
“Boleh aku membantumu?” sapa seorang Syaikh yang rupanya memperhatikan pria itu sejak beberapa waktu yang lalu. Pria gagah yang kini bersandar istirahat tampak tidak bersemangat menyerahkan palunya.
“Aku sudah memukulnya seratus kali. Batu itu belum juga pecah,” jawabnya. Ia berpikir, jika dirinya yang besar dan kuat saja tidak mampu, apalagi Syaikh tua yang kurus itu.
“Bismillahirrahmaanirrahiim,” ucap Syaikh memulai memukul batu.
“Dhuar,” bunyi tumbukan batu dan palu itu lumayan keras terdengar oleh Pria tersebut, meski tidak sekeras pukulannya.
“Dhuar,” pukulan kedua terdengar lebih keras.
“Dhuarrrrr,” ternyata batu itu pecah pada pukulan ketiga.
Sambil terheran-heran, pria itu menghampiri Syaikh. “Masya Allah Syaikh… Bagaimana Anda melakukannya. Anda sungguh kuat”
“Nak… bukan begitu. Batu itu memang akan pecah pada pukulan ke-103. Sewaktu pertama kali aku memukul, terlihat sedikit tanda-tanda retak. Karenanya aku lebih semangat dan kupukul lebih keras. Pada pukulan kedua, retak-retak terlihat jelas. Jadi kuhantam saja lebih keras dan alhamdulillah batu itu pecah. Sebenarnya, jika engkau memukulnya dengan tenagamu tadi, bisa saja batu itu pecah pada pukulan ke-102. Hanya saja, engkau tadi kurang sabar, terburu menyerah”
Seperti memecah batu, seringkali kita tidak sabar dalam berproses. Tidak sabar dalam berusaha. Tidak sabar dalam menggapai kesuksesan. Kita menyerah di langkah kesekian. Kita menyerah di hari ke sekian. Padahal jika kita meneruskan langkah kita, jika kita meneruskan upaya kita, kita segera bisa menuai hasilnya.
Paman Naopeon Hill pernah mengalaminya. Waktu itu ia menjual aset-asetnya dan mengumpulkan uang dari saudara-saudaranya untuk membeli alat tambang. Ia menemukan sebuah tambang emas di Corolado. Setelah menggali, ternyata bijih emas yang ia temukan hanya sedikit di permukaan. Selanjutnya hilang. Semakin dalam ia menggali, ia tak menemukan apapun. Ia pun putus asa dan menjual tambang berikut alatnya dengan harga murah. Oleh sang pembeli, penambangan itu dilanjutkan. Dan ternyata, hanya satu kaki dari galian terakhir, ditemukan berton-ton bijih emas.
Banyak orang berusaha menjadi pengusaha. Ada yang berhasil ada yang gagal. Apa yang membedakan? Ternyata orang-orang yang berhasil itu dulunya juga pernah mengalami kegagalan. Ia pernah rugi. Tapi ia tidak berhenti. Dan akhirnya berhasil. Sementara yang gagal, mereka langsung berhenti ketika mendapati dirinya gagal. Ada yang mencoba bertahan. Bulan pertama belum sukses, ia mencoba lagi. Bulan kedua belum balik modal, ia mencoba lagi. Tapi saat bulan keempat ia menyerah. Padahal boleh jadi, ia akan berhasil beberapa hari lagi.
Thomas A. Edison punya pengalaman serupa. Konon, sebelum berhasil menemukan lampu, ia gagal hingga seribu kali. Tapi ia tidak mau disebut gagal. Ia mengatakan, “Aku berhasil menemukan 1000 cara yang salah untuk menyalakan sebuah lampu”
Hal yang sama juga berlaku untuk orang-orang yang berdoa. Ada orang yang merasa telah berdoa ratusan kali. Ia telah berdoa sekian bulan. Tetapi doanya belum juga terkabul. Maka ia menghentikan doa itu dan berkesimpulan: “Allah tidak mengabulkan doaku.” Padahal bisa jadi, saat ia berdoa tiga hari lagi, Allah mengabulkan doanya.
Sungguh, kemenangan itu milik orang-orang yang sabar dan tak mengenal putus asa. [Muchlisin BK/Kisahikmah.com]

Komentar