- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Seorang teman menelepon saya. Dengan ekspresi sedih dan suara bergetar, ia meminta saya memberikan sesuatu yang dapat menjadi penguat dan inspirasi baginya. Sepertinya ia sedang galau berat. Ia bilang ia sedang punya masalah, namun tak bisa menceritakan permasalahannya. Masalah dengan suami, cuma itu yang bisa ia katakan.
Meskipun sedikit kepo, saya tidak menanyakan gerangan yang sedang terjadi. Jika memang ia menganggap perlu bercerita, akan saya dengarkan. Jika pun tidak, saya akan menghibur kesedihannya secara umum saja. Yang pasti pembicaraan kami terhenti, HP teman saya lobattsementara ia dalam perjalanan.
Usai menutup telepon, saya terdiam cukup lama. Jika seorang muslimah sedang galau, dan membutuhkan inspirasi untuk menguatkan dirinya, sesungguhnya Alloh telah memberikan obat anti galau yang luar biasa. Sebuah obat yang diyakini dapat mengobati segala macam gejala penyakit. Sebuah mata air yang tak pernah kering dalam mengalirkan inspirasi bagi mereka yang membutuhkannya. Sumber cahaya yang tak pernah kehabisan sinar dalam menerangi kegelapan jiwa para musafir dalam perjalanannya. Dialah Syifaa, dialah Nuur. Dialah Alqur’an, dialah sumber inspirasi itu!.
Begitu banyak kisah dalam Alqur’aan yang bisa menjadi inspirasi bagi yang membacanya. Baik itu kisah manusia yang hidup dalam kemuliaan, ataupun mereka yang tersungkur dalam kehinaan. Efek dari membaca Alqur’an tentunya juga lebih dari sekedar pencerahan. Bayangkan, jika ada sepuluh kebaikan yang bisa anda dapatkan pada setiap huruf yang anda baca dalam Alqur’aan. Betapa banyak kebaikan yang kita dapatkan. Buku bacaan mana yang mampu memberikan pencerahan sedahsyat ini? Subhaanalloh.
Dan tiba-tiba saya pun mendapatkan inspirasi itu!.
Inspirasi untuk memberikan kisah inspiratif pada seorang muslimah yang sedang terluka. Inspirasi yang berasal dari ayat pertama surat Almujaadalah.
"Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (Al Mujaadilah ayat 1)
Ayat ini berkisah tentang Khaulah binti Tsa’labah. Seorang wanita Mekkah yang cerdas dan berakhlak mulia. Ia memiliki suami yang tua dan buruk lisannya. Aus bin shamit. Suatu saat –sama halnya dengan kehidupan rumah tangga pada umumnya—terjadilah pertengkaran hebat diantara mereka. Dan keluarlah kata-kata “Kau bagaikan punggung ibuku”, dari mulut Aus bin Shamit. Di masa itu, kata-kata ini bermakna perceraian. Saat Aush bin Shamit mengeluarkan kata-kata itu, diharamkanlah hubungan di antara mereka sebagai suami istri. Begitulah menurut hukum yang biasa berlaku.
Jika itu menimpa kita, para istri masa kini, apa kira-kira yang kita lakukan.
Mungkin kita akan bilang :
“ jika ini kemauanmu, ya sudah kita pisahh!”
“ Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku”
Atau,..menangis semalam seperti Audy, menghayati rasa sakit yang teramat sangat. Mengobarkan rasa pilu, akibat terkhianati oleh ucapan suami sendiri.
Tapi, coba kita tengok apa yang dilakukan Khaulah saat perkataan terburuk itu dilontarkan oleh suaminya. Ia mendatangi Rasul. Berbicara dan meminta fatwa, menjelaskan pada Rasululloh, bahwa itulah sikap jelek suaminya. Mulutnya ember tanpa saringan, terlebih jika sudah dikuasai rasa marah. Tapi, adakah mulut ember tanpa saringan ini menjadi asbab diharamkannya hubungan mereka?. Khaulah mencoba berargumen, bahwa suaminya yang ember itu sama sekali tak berniat untuk menceraikannya. Namun fatwa Rasululloh tetaplah sama : Haram bagimu atas dirinya, dan haram baginya atas dirimu.
Kegalauan pun melanda hati Khaulah Binti Tsa’labah. Betapa ia mengenal suaminya sebagai pria yang buruk lisannya, sehingga ia dapat mengeluarkan kata-kata yang tak terkontrol saat ia dalam amarah. Namun..perceraian? Ini adalah perbuatan yang sangat dibenci Alloh, meskipun tidak ada hukum haram atasnya. Dan sungguh, kebencian Alloh adalah hal yang sangat ditakuti oleh perempuan mulia ini.
Kita dapat membayangkan betapa khaulah berada dalam kondisi galau tingkat dewa. Namun inilah yang istimewa dari para shahabiyah nabi. Kala galau melanda, tak pernah putus harap dan asa mereka.
Selepas berdiskusi dengan Nabi, Khaulah tidak lantas berputus asa, pasrah dan larut dalam tangis dan penyesalan. Ia adalah perempuan cerdas, dengan tingkat keimanan paripurna. Iman yang kuncupnya mekar dibawah asuhan dan bimbingan langsung Rasululloh. Iman yang telah ditempa oleh perjuangan dan pengorbanan. Dan Iman ini pula yang menopang badannya untuk tidak limbung saat ia dalam kegalauan.
Selesai menemui Rosul, Khaulah kembali ke rumahnya. Menggelar sajadah, dan mengadukan kegalauannya pada Sang Khaliq semata. Tidak..dia tidak memiliki waktu banyak, untuk curhat dengan rekan-rekan sosialitanya. Ia juga tak punya cukup kesempatan untuk memberi perpanjangan waktu bagi kesedihannya yang tak bertepi. Ia memang menangis. Benar, ia menangis pilu dihamparan sajadahnya, memohon petunjuk dari Alloh, agar ia bersama suaminya dapat menyelesaikan permasalahannya dengan sempurna, agar hukum Alloh dapat tegak dengan kokoh di bumi yang ia pijak. Itulah do’a dan pintanya.
Dan sungguh, Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui segala yang tersirat dalam jiwa hambaNya. Beberapa hari berselang, datanglah Rosululloh menemuinya, dan berkata “Wahai Khaulah, sungguh Alloh telah membuat keputusan yang adil bagi permasalahanmu”. Allohu Akbar..Jibril telah turun dari langit, menyampaikan sejumlah ayat, yang khusus diturunkan Alloh dari arasyNya, untuk menjawab keresahan seorang perempuan mulia. (Jawaban atas kegalauan Khaulah dapat dilihat dalam surat Almujaadalah ayat berikutnya)
(Bagi yang masih nyinyir, dan memiliki anggapan Islam menganaktirikan perempuan. Cobalah anda resapi kisah ini.)
Bagi saya pribadi, kisah Khaulah ini menjadi sangat istimewa. Bahwa dalam diri kita harus ada ‘ruang’ khusus, tempat kita bermunajat kepada Alloh secara pribadi. Sebuah ‘ruang’ yang hanya ada kita dan Alloh saja. Tidak ada yang lainnya. Karena kita tak akan pernah bisa menanggulangi segala permasalahan sendirian. Karena kita selalu membutuhkan Alloh sebagai tempat bersandar. Betapa mesra dan dekat hubungan manusia dengan Tuhannya, jika kita memang berniat mendekatkan diri padaNya. Alloh bahkan sudah menjelaskan :
“Jika engkau mendekat padaKU satu jengkal, AKU akan mendekatimu satu hasta, jika engkau menghampiriKU dengan berjalan, AKU akan menghampirimu dengan berlari”.
Adakah hubungan yang lebih mesra dari hubungan seorang hamba yang tulus dengan Tuhannya Yang Maha Pengasih?
Selain itu Khaulah juga telah mengajarkan, bahwa perempuan bahkan bisa sangat rasional dalam menghadapi dan mencari jalan keluar atas permasalahan yang menimpanya. Hati perempuan mana yang tidak hancur lebur, saat suaminya mengeluarkan kata-kata yang mengakibatkan perceraian? Namun, Khaulah tidak lantas mellow menyesali nasib buruk dan petaka yang menimpa rumah tangganya.
Lihatlah, betapa luar biasa sosok perempuan yang satu ini. Betapa tegar jiwanya, betapa ia dapat mengedepankan akal sehatnya dalam mencari solusi bagi masalahnya. Dan sungguh, hanya jiwa yang memiliki iman saja, yang selalu bermuara pada Alloh dalam tiap langkahnya mengatasi turbulensi hidup. Ia bahkan datang menghampiri Nabi, bukan untuk mencari pembenaran atas kesalahan suaminya, namun untuk mencari kejelasan hukum Alloh atas masalah mereka berdua. Dan do’a-doa yang ia panjatkan ternyata mampu mengguncang Arsy, sehingga langit menjawab doa yang ia pinta.
Sejuta penghormatan layak kita kirimkan bagi Khaulah. Penghormatan besar pun diberikan Ummar bin Khatab padanya. Saat Umar menjabat sebagai khalifah, ia selalu blusukanmenghampiri dan melihat kehidupan rakyat dari dekat. Saat acara blusukan itulah, suatu saat ia bertemu dengan Khaulah binti Tsa’labah.
Saat pertemuan itu, Khaulah banyak memberikan masukan, nasihat, dan kritikan bagi sang khalifah. Bicaranya yang panjang dan blak-blakan membuat jengah dan marah para pengawal khalifah. Mereka pun menegur perempuan paruh baya tersebut untuk segera mengakhiri pembicaraannya, karena Umar sang khalifah harus melanjutkan perjalanannya. Namun khalifah Umar justru marah pada pengawalnya, dan berkata:
“Tahukah kalian siapa dia? Dialah Khaulah binti Tsa’labah, perempuan yang mampu mengguncang arasy, yang perkataannya bahkan didengarkan dan dijawab langsung oleh Alloh. Jika Alloh saja mendengarkan perkataannya, maka Umar pun wajib mendengarkan semua yang ia katakan. Bahkan, jika ia masih bicara hingga sore menjelang, aku tak akan bergeming dari mendengarkan perkatannya..”
Bahkan khalifah sekaliber Umar bin Khattab, yang merupakan singa padang pasir kala itu, pun tunduk menghormatinya. Siapapun yang dihormati penduduk langit, sesungguhnya ia pasti akan mendapat penghormatan dari penduduk bumi.
Wallohu ‘alam.
Profil Penulis:
Indah S Abidin. Penulis adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal di Depok. Beliau tergabung dalam Komunitas Ummi Menulis.
Komentar
Posting Komentar